
JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) bersiap menyambut guyuran dividen interim dari puluhan emiten menjelang akhir tahun ini. Perusahaan-perusahaan raksasa, mulai dari konglomerasi seperti Adaro hingga Triputra, diproyeksikan akan membagikan keuntungan kepada para pemegang sahamnya.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, tercatat 31 emiten dijadwalkan akan melakukan pembayaran dividen interim dalam periode krusial, yaitu mulai dari 24 November 2025 hingga 19 Desember 2025. Secara keseluruhan, total nilai dividen interim yang akan disalurkan mencapai angka fantastis Rp11,42 triliun.
Gelontoran dividen interim ini berasal dari berbagai sektor dan konglomerasi besar, termasuk PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO), PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG), PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG), dan PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC). Kebijakan pembagian dividen ini tentu menjadi kabar baik bagi para investor yang menantikan imbal hasil dari saham yang mereka miliki.
Menanggapi fenomena ini, Community and Retail Equity Analyst Lead PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Angga Septianus, memberikan pandangannya. Menurut Angga, pembagian dividen akhir tahun ini belum sepenuhnya mencerminkan prospek kinerja untuk tahun buku 2026. “Pembagian dividen interim menandakan komitmen emiten untuk menghargai pemegang saham dengan pencapaian yang ada, bukan menjadi prospek kinerja di tahun depan,” jelasnya kepada Bisnis pada Jumat (21/11/2025).
Sebagai ilustrasi, emiten migas ternama milik keluarga Panigoro, PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC), siap menebar dividen interim sebesar US$42 juta, setara dengan sekitar Rp701,31 miliar. Pembayaran dividen interim ini direncanakan pada 28 November 2025, dengan besaran dividen per saham mencapai US$0,0017. Jika dikonversi ke rupiah, setiap pemegang saham MEDC akan menerima sekitar Rp28,44 per saham.
Meskipun demikian, sepanjang periode Januari-September 2025, MEDC mencatatkan penurunan laba bersih menjadi US$85,65 juta, atau setara Rp1,42 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.500 per dolar AS). Sejalan dengan koreksi laba bersih ini, pendapatan perseroan juga turun tipis 1,46% secara year on year (YoY) menjadi US$1,76 miliar.
Dari deretan emiten yang siap membagikan dividen, Angga Septianus menyoroti daya tarik emiten bank. Loyalitas mereka dalam menebar dividen setiap tahun menjadikan sektor ini cukup menarik di mata investor. “Emiten yang menarik seperti BBRI yang berkomitmen membagikan dividen interim di bulan Januari [2026], dan asumsi BMRI juga dapat membagikan dividen interim,” ungkap Angga.
Sebagai informasi tambahan, Bank BRI sebelumnya telah mengumumkan pembagian dividen senilai Rp51,74 triliun atau Rp343,40 per saham dari laba tahun buku 2024, sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Maret 2025. Bank pelat merah ini juga telah membagikan dividen interim sebesar Rp135 per saham, atau total Rp20,33 triliun, pada 15 Januari 2025. Untuk periode saat ini, manajemen BRI telah memberikan sinyal kuat untuk kembali membagi dividen interim pada Januari 2026.
Terkait respons investor dan potensi dampak banjir dividen terhadap laju pasar saham di sisa tahun 2025, Angga menilai dampaknya cenderung minor. “Suntikan dividen interim memang menjadi bahan bakar, namun tidak sesignifikan sentimen window dressing di akhir tahun yang biasanya menopang laju indeks,” tandasnya.
Pandangan berbeda disampaikan Analis Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan. Bagi pasar secara keseluruhan, Ekky melihat total dividen interim sekitar Rp11,4 triliun ini berpotensi besar menjadi katalis positif menjelang akhir tahun. Secara historis, Ekky mencatat bahwa dana dividen yang masuk ke rekening investor seringkali kembali berputar di pasar saham, terutama mendekati periode window dressing. “Jadi, tambahan likuiditas dalam jumlah besar ini bisa memperkuat momentum penguatan IHSG, meskipun efek akhirnya tetap dipengaruhi kondisi global dan arus dana asing. Secara umum, dividen ini menjadi salah satu faktor pendukung yang cukup signifikan bagi pergerakan IHSG di November–Desember 2025,” ujar Ekky.
Mengenai apakah pembagian dividen interim ini mengindikasikan perbaikan fundamental emiten, Ekky Topan menjelaskan bahwa hal tersebut tidak otomatis menjadi sinyal pasti kinerja emiten yang akan lebih baik ke depan. Menurutnya, dividen lebih menunjukkan kondisi arus kas perusahaan yang sehat dan komitmen kuat kepada pemegang saham. “Namun, untuk emiten yang secara konsisten membagikan dividen setiap tahun, hal ini bisa dibaca sebagai bentuk kepercayaan diri manajemen terhadap stabilitas bisnis dan prospek jangka menengahnya,” tambahnya.
Dari daftar emiten pembagi dividen interim saat ini, Ekky Topan menilai sektor batu bara seperti PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) sebagai yang paling menarik. Kedua emiten ini secara historis memiliki arus kas yang kuat dan yield dividen yang tinggi. Selain itu, MEDC juga layak diperhatikan. Meskipun sempat mencatatkan penurunan laba, kebijakan dividen yang dipertahankan MEDC dapat dibaca sebagai sinyal kepercayaan diri terhadap pemulihan produksi serta upaya diversifikasi ke energi terbarukan. “Bagi investor yang mencari konsistensi dividen, emiten-emiten tersebut masih cukup menarik,” pungkasnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menerima guyuran dividen interim dari 31 emiten dengan total nilai Rp11,42 triliun pada periode 24 November 2025 hingga 19 Desember 2025. Emiten-emiten tersebut berasal dari berbagai sektor, termasuk sektor batu bara, migas, dan perbankan, dengan nama-nama besar seperti ADRO, ITMG, TAPG, MEDC, dan BBRI. Pembagian dividen interim ini menandakan komitmen emiten untuk menghargai pemegang saham, namun tidak serta merta mencerminkan prospek kinerja tahun buku 2026.
Para analis memiliki pandangan berbeda terkait dampak dividen interim. Beberapa menilai dampaknya minor, sementara yang lain melihatnya sebagai katalis positif menjelang akhir tahun, terutama karena dana dividen seringkali kembali berputar di pasar saham. Sektor batu bara dan emiten dengan rekam jejak pembagian dividen yang konsisten dianggap menarik bagi investor yang mencari konsistensi pendapatan.