
Pemerintah tengah mendorong Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara untuk terlibat aktif dalam rencana penggabungan usaha atau merger antara Grab dan PT GoTo Gojek Tokopedia. Para pakar menilai, langkah strategis pemerintah dalam isu merger dua raksasa transportasi daring ini dapat dimaknai dari perspektif politik yang mendalam.
Direktur Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menafsirkan keterlibatan pemerintah ini sebagai upaya proaktif untuk meredam potensi gejolak politik yang mungkin timbul di masa depan. Lebih lanjut, Agung juga menggarisbawahi bahwa partisipasi Danantara adalah langkah signifikan guna memperkuat kendali pemerintah terhadap sebuah industri yang kini telah bertransformasi menjadi sektor strategis nasional.
Kini, Gojek dan Grab secara kolektif menaungi jutaan mitra. Gojek memiliki lebih dari 3,1 juta, sementara Grab melampaui 5 juta mitra pengemudi taksi dan ojek daring (ojol). Angka yang masif ini merepresentasikan kekuatan sosial dan politik yang substansial. Sebelumnya, ribuan pengemudi ojol pernah turun ke jalan dalam aksi demonstrasi besar pada Agustus lalu, menyusul tragedi kematian Affan Kurniawan yang terlindas kendaraan taktis Brimob di Jakarta Pusat pada 28 Agustus. Agung Baskoro, saat dihubungi pada Senin (24/11), menegaskan, “Jumlah jutaan itu merepresentasikan kekuatan politik yang besar dan berpotensi. Apalagi mereka tidak berdiri sendiri, melainkan memiliki keluarga. Jika diasumsikan tiga juta pengemudi menanggung dua anggota keluarga, maka dampaknya bisa mencapai sembilan juta jiwa.”
Agung menambahkan bahwa wacana merger kedua perusahaan penyedia transportasi daring ini bukan hanya sekadar langkah korporasi, melainkan juga upaya vital untuk menjaga keberlangsungan usaha sekaligus menjamin kelangsungan lapangan kerja bagi jutaan mitra pengemudi. Terlebih lagi, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk merespons berbagai tuntutan yang selama ini secara konsisten disuarakan oleh para pengemudi ojol dalam berbagai aksi demonstrasi mereka.
Di antara tuntutan utama yang kerap didengungkan oleh pengemudi ojol adalah penurunan potongan tarif atau komisi yang diterapkan aplikator, perubahan status mitra menjadi pekerja tetap, serta permintaan agar aplikator menyediakan jaminan sosial yang komprehensif, termasuk BPJS. Namun, Agung juga menyoroti adanya konsekuensi jika status pengemudi ojol nantinya diubah menjadi pekerja tetap. Menurutnya, para pengemudi harus bersedia mematuhi standar ketenagakerjaan yang berlaku, yang berarti meninggalkan praktik kerja fleksibel yang mereka nikmati saat ini. “Pengemudi ojol juga harus bersikap terbuka. Jangan sampai ketika status sudah diubah, namun pada akhirnya produktivitas pekerjaan malah menurun,” jelasnya.
Senada dengan pandangan tersebut, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago, turut berpendapat bahwa terwujudnya merger Gojek dan Grab akan mempermudah pemerintah dalam menjalin komunikasi langsung dengan entitas perusahaan. Arifki menggarisbawahi bahwa jumlah pengemudi ojol yang kini mencapai jutaan jiwa telah menjadikan profesi ini memiliki kekuatan tawar politik yang substansial. Hal ini, menurut Arifki, tercermin jelas dari keputusan Presiden Prabowo Subianto yang meminta para aplikator untuk memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para pengemudi ojol pada 10 Maret lalu. “Meskipun di lapangan implementasi pembayaran THR kepada pengemudi dianggap belum sesuai harapan, namun ini membuktikan bahwa pengaruh ojol sangatlah besar,” kata Arifki pada Senin (24/11).
Arifki menganalisis bahwa pertumbuhan jumlah yang masif ini tidak hanya merefleksikan angka statistik, melainkan menggambarkan kekuatan sosial kolektif yang dimiliki oleh pengemudi ojol saat ini. Solidaritas yang kuat di antara mereka memungkinkan para pengemudi ojol untuk bergerak secara terorganisir dan kolektif, sebagaimana yang terlihat dalam aksi demonstrasi besar pada Agustus lalu. “Kekuatan ini sangat nyata ketika mereka menunjukkan gerakan solidaritas untuk mendukung sesama ojol beberapa bulan lalu,” ujarnya.
Hingga berita ini ditulis, pemerintah belum secara resmi mengomentari pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh para pakar. Wakil Menteri Komunikasi dan Digital sekaligus Kepala Badan Komunikasi Pemerintah, Angga Raka Prabowo, belum memberikan respons terhadap pertanyaan dari Katadata.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi telah mengungkapkan bahwa pemerintah sedang aktif merumuskan ketentuan yang akan mengatur merger kedua perusahaan transportasi daring tersebut. Prasetyo juga menegaskan bahwa rencana ini telah menjadi topik pembahasan serius dengan para pimpinan Grab dan Gojek. “Danantara ikut terlibat, karena ada proses korporasi yang menjadi bagian dari yang dibicarakan,” kata Prasetyo di Istana Merdeka Jakarta pada Jumat (7/11).
Baca juga:
- Tiga Petinggi GOTO Ikut Resign usai Patrick Walujo Mundur dari Posisi CEO
- Menimbang Aksi Danantara di Balik Rencana Merger GOTO dan Grab, Apakah Perlu?
Kabar mengenai potensi merger Grab dan Gojek sempat mencuat pada Juni lalu, namun saat itu dibantah oleh kedua perusahaan. Kini, isu ini kembali mengemuka dan menjadi sorotan, terutama menjelang penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) tentang ojol oleh Presiden Prabowo Subianto yang dijadwalkan pada akhir tahun ini. Politikus Partai Gerindra tersebut menegaskan bahwa rencana merger Grab dan Gojek merupakan manifestasi keberpihakan pemerintah terhadap para mitra ojek daring. Prasetyo menilai merger ini bertujuan mulia untuk menjaga kelangsungan usaha sekaligus mempertahankan jutaan lapangan kerja bagi mitra pengemudi ojol. “Perusahaan ini menyediakan layanan, sehingga tercipta tenaga kerja. Saudara-saudara kita yang menjadi mitra itu jumlahnya cukup besar. Kami tersadar bahwa ojol merupakan pahlawan ekonomi,” ujarnya.
Skema peleburan Grab dan Gojek menjadi entitas tunggal ini merupakan salah satu poin pembahasan krusial dalam rancangan Peraturan Presiden atau Perpres yang secara komprehensif akan mengatur status, perlindungan, dan tarif bagi pengemudi atau mitra ojol. “Sedang terus disempurnakan. Dalam artian dilengkapi dari berbagai pihak. Baik teman-teman mitra ojol, serta aplikator,” tutup Prasetyo.
Ilustrasi Ojek Online Gojek (Katadata/Fauza) (Katadata/Fauza Syahputra)
Ringkasan
Pemerintah mendorong Danantara untuk terlibat dalam rencana merger Grab dan GoTo, yang dipandang sebagai upaya meredam potensi gejolak politik mengingat jumlah besar mitra pengemudi yang terafiliasi dengan kedua perusahaan. Keterlibatan ini juga dilihat sebagai langkah memperkuat kendali pemerintah terhadap industri transportasi daring yang strategis secara nasional, mengingat kekuatan sosial dan politik yang direpresentasikan oleh jutaan mitra pengemudi.
Merger ini bukan hanya langkah korporasi, tetapi juga menjaga keberlangsungan usaha dan lapangan kerja bagi jutaan mitra pengemudi. Pemerintah juga menyadari tuntutan para pengemudi ojol terkait tarif, status, dan jaminan sosial, serta berupaya mengakomodasi kepentingan mereka melalui regulasi yang sedang dirumuskan. Merger diharapkan mempermudah komunikasi pemerintah dengan entitas perusahaan dan mengakomodasi kekuatan tawar politik ojol.