Sponsored

Dukung Transisi Energi, Indonesia & Norwegia Teken Kerja Sama di COP30 Brasil

Indonesia menegaskan perannya sebagai motor utama transisi energi bersih sekaligus pemain penting di pasar karbon global. Hal tersebut ditandai dengan penandatanganan Framework Agreement bersama Pemerintah Norwegia melalui PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero dan Global Green Growth Institute (GGGI) pada ajang Conference of the Parties ke-30 (COP30) di Belem, Brasil, Kamis (13/11).

Sponsored

Kolaborasi ini menjadi bagian dari agenda Indonesia–Norway Framework Cooperation on Article 6 under the Paris Agreement, yang berpotensi menurunkan emisi hingga 12 juta ton CO₂e melalui skema perdagangan karbon bilateral.

Penandatanganan kesepakatan dilakukan oleh Direktur Teknologi, Engineering, dan Keberlanjutan PLN Evy Haryadi dan Direktur Eksekutif GGGI Sang-hyup Kim, disaksikan oleh Menteri Lingkungan Hidup Indonesia Hanif Faisol Nurofiq, serta Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia Andreas Bjelland Eriksen.

Dalam pernyataannya, Evy Haryadi menegaskan bahwa kerja sama ini merupakan wujud nyata transformasi PLN dari perusahaan penyedia listrik menjadi penyedia solusi energi hijau terintegrasi. 

“Sebagai perusahaan listrik milik negara, PLN memikul tanggung jawab besar untuk menyediakan energi yang andal, terjangkau, dan berkelanjutan bagi lebih dari 280 juta penduduk Indonesia,” ujar Evy.

Melalui kolaborasi ini, PLN tidak hanya mendukung target Net Zero Emission (NZE) 2060, tetapi juga memperluas kontribusi Indonesia di panggung global dengan menghadirkan kredit karbon dan atribut energi hijau yang kredibel dan terverifikasi internasional.

Evy menjelaskan, PLN kini telah mengembangkan berbagai proyek energi terbarukan yang menjadi dasar portofolio perdagangan karbon dan Renewable Energy Certificates (REC).

Beberapa proyek andalan mencakup PLTA Asahan III (1,25 juta ton CO₂e), PLTA Jatigede (396 ribu ton CO₂e), dan PLTS + Battery Energy Storage System (BESS) Ibu Kota Nusantara (92 ribu ton CO₂e). Semuanya tengah dalam proses registrasi gold standard dengan total potensi pengurangan emisi lebih dari 1,6 juta ton CO₂e per tahun.

Sementara itu, Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia, Andreas Bjelland Eriksen, menegaskan bahwa kemitraan ini merupakan kelanjutan dari hubungan panjang kedua negara dalam upaya mitigasi iklim.

“Setelah keberhasilan kerja sama dalam perlindungan hutan tropis, kini kami memperluas kolaborasi ke energi bersih melalui mekanisme Article 6. Program ini bukan hanya tentang pengurangan emisi yang signifikan, tetapi juga tentang membangun pasar karbon internasional yang kredibel,” ujarnya.

Eriksen menjelaskan, kerja sama ini mencakup pengembangan proyek energi terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya terapung yang berpotensi menghasilkan pengurangan emisi hingga 12 juta ton CO₂e dengan potensi investasi bernilai ratusan juta dolar AS selama 10 tahun.

“Kami melihat potensi besar untuk memperluas kerja sama ke teknologi lain seperti angin, panas bumi, dan pumped hydro,” ujarnya.

Selain kerja sama dengan Norwegia, PLN juga menandatangani MoU dengan CarbonEx Japan yang membuka jalan pengembangan pasar karbon lintas negara.

“Kemitraan ini bukan sekadar bisnis, tetapi simbol dari kepercayaan dan kolaborasi global untuk mempercepat dekarbonisasi,” kata Evy

Melalui kemitraan dengan CarbonEx, PLN memperluas jangkauan perdagangan kredit karbon dan REC ke pasar Jepang dan Asia Timur, dengan fokus pada pengembangan model bisnis hingga penguatan kapasitas sumber daya manusia di bidang karbon dan energi hijau.

“Transisi energi bukan sekadar target, tetapi sebuah tanggung jawab kolektif. PLN siap menjadi mitra strategis dunia dalam mewujudkan energi bersih yang inklusif, terjangkau, dan berkelanjutan bagi semua,” tegas Evy.

PLN Hadirkan Solusi GEaS

Dalam sesi Seller Meet Buyer, Executive Vice President (EVP) Pengembangan Bisnis Korporat dan Investasi PLN, Abdan Hanif Satria, memaparkan inisiatif strategis Green Energy as a Service (GEaS) yang dirancang untuk membantu korporasi global mencapai target NZE.

“PLN ingin menjadi mitra jangka panjang dalam perjalanan dekarbonisasi pelanggan kami. Kami menyediakan dua produk utama, yaitu carbon credits (SPE-GRK) dan REC yang memungkinkan perusahaan mengunci strategi pengurangan emisi dengan harga dan volume yang stabil,”

Abdan memaparkan bahwa PLN menyiapkan tambahan 52,4 gigawatt (GW) kapasitas energi terbarukan hingga 2034. “Dari tambahan kapasitas tersebut, kami memperkirakan produksi listrik hijau mencapai lebih dari 1,06 TWh selama satu dekade,” ujar Abdan.

Selain itu, ia menjelaskan, PLN kini membuka peluang kerja sama forward offtake hingga 1 GW untuk proyek energi terbarukan periode 2026-2028, termasuk PLTS terapung di Jatigede, Gajahmungkur, dan Kedungombo. Selain itu, PLTB di Aceh dan PLTS darat di Banyuwangi, Pasuruan, dan Buleleng.

“Kami menawarkan berbagai skema kerja sama, mulai dari spot, forward offtake, hingga long-term green power supply, agar mitra global dapat mengamankan pasokan energi hijau dari proyek-proyek kredibel PLN,” jelas Abdan.

Adapun sebagai bagian dari ekosistem bisnis hijau PLN, PLN Energy Management Indonesia (PLN EMI) turut memegang peran penting dalam mengelola proyek karbon dan sertifikat energi terbarukan.

Direktur Utama PLN EMI, Henri Firdaus menjelaskan bahwa perusahaan mengelola sembilan proyek aktif dan lima proyek yang sedang dikembangkan dengan total potensi pengurangan emisi lebih dari 1,6 juta ton CO₂e per tahun.

Beberapa proyek unggulan termasuk PLTA Asahan III di Sumatera Utara, PLTA Jatigede di Jawa Barat, serta PLTS + BESS IKN di Kalimantan Timur.

“Kami memastikan setiap proyek memiliki dampak nyata terhadap penurunan emisi dan memberikan manfaat sosial bagi masyarakat sekitar,” ujar Henri.

Selain itu, PLN EMI juga menerbitkan dan memperdagangkan sertifikat REC dan SPE-GRK yang digunakan perusahaan untuk mengimbangi emisi Scope 1, 2, dan 3 mereka. “Kami ingin menjadi mitra yang menghadirkan transparansi, kredibilitas, dan keandalan bagi industri yang ingin menempuh jalur hijau,” pungkas Henri.

Sponsored