Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) terus menunjukkan komitmen kuat dalam menjaga keamanan nasional dengan memperketat pengawasan terhadap penggunaan perangkat telekomunikasi ilegal. Langkah ini diambil bukan tanpa alasan, mengingat potensi ancaman serius yang ditimbulkan terhadap keselamatan publik dan integritas spektrum frekuensi.
Dalam sebuah operasi penertiban yang terkoordinasi di Wilayah D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah, Komdigi berhasil mengamankan dan memusnahkan 75 perangkat ilegal. Alat-alat ini secara konkret dinilai dapat mengancam kedaulatan spektrum frekuensi nasional, sebuah aset vital negara yang harus terlindungi dari intervensi yang tidak sah.
Plh. Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Kemkomdigi, Ervan Fathurokhman Adiwidjaja, menegaskan bahwa spektrum frekuensi adalah “aset strategis negara” yang wajib bebas dari segala bentuk gangguan. Ia secara lugas mengingatkan publik bahwa keberadaan pemancar ilegal bukanlah masalah sepele, melainkan memiliki dampak sangat serius yang merugikan banyak pihak.
Ervan, dalam keterangannya saat acara di Stasiun Monitoring Kalasan, Sleman, Yogyakarta, pada Kamis (27/11), memaparkan bahwa gangguan tersebut meluas. “Yang terganggu bukan hanya kualitas sinyal, tetapi keselamatan dan layanan telekomunikasi publik secara menyeluruh,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa ancaman tersebut mencakup berbagai sektor krusial, mulai dari komunikasi penerbangan, sistem peringatan dini cuaca, jaringan seluler, hingga operasional radio komunitas yang penting bagi informasi lokal.
Perangkat-perangkat yang dimusnahkan menunjukkan keragaman jenis dan kepemilikan. Di antaranya adalah pemancar rakitan, repeater GSM yang memperkuat sinyal tanpa izin, hingga perangkat radio siaran tanpa izin yang dimiliki oleh individu, perusahaan, bahkan instansi tertentu. Ini menggarisbawahi luasnya spektrum pelanggaran yang terjadi.
Pemusnahan perangkat ini bukanlah tindakan serta-merta, melainkan merupakan opsi terakhir setelah serangkaian prosedur hukum dan administratif. Ervan menjelaskan bahwa sebelumnya, seluruh operator pelanggar telah melewati tahap pembinaan, teguran, klarifikasi, hingga pengenaan sanksi administratif. Proses ini memastikan bahwa tindakan pemusnahan didasari oleh dasar hukum yang kuat dan upaya persuasif telah ditempuh.
“Hanya perangkat yang jelas-jelas tidak bersertifikat, tidak memenuhi standar teknis yang ditetapkan, dan secara objektif tidak mungkin digunakan untuk mengurus ISR (Izin Stasiun Radio) yang pada akhirnya dimusnahkan,” kata Ervan. Ini adalah langkah tegas untuk menghilangkan sumber gangguan secara permanen.
Lebih jauh, penindakan terhadap perangkat telekomunikasi ilegal ini tidak hanya berkontribusi pada penjagaan keselamatan frekuensi, tetapi juga turut mengamankan potensi penerimaan negara. Komdigi berhasil mencatat perolehan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang signifikan, yakni sebesar Rp 406 juta di Yogyakarta dan Rp 242 juta di Jawa Tengah, yang berasal dari sanksi yang diberikan kepada para pelanggar.
Ervan menekankan bahwa “Capaian ini menunjukkan bahwa sanksi pelanggar spektrum frekuensi dijalankan secara konkret, mencakup penyitaan perangkat serta kewajiban membayar denda kepada negara.” Hal ini menjadi bukti nyata keseriusan Komdigi dalam menegakkan aturan demi ketertiban penggunaan frekuensi.
Meski demikian, Komdigi juga mengidentifikasi pola pelanggaran yang terus berulang di masyarakat. Beberapa di antaranya meliputi penggunaan access point yang dimodifikasi melebihi izin kelas, perangkat penguat sinyal tanpa sertifikasi yang marak beredar, dan kasus radio siaran yang mengudara di frekuensi ilegal. Pola-pola ini menjadi fokus pengawasan berkelanjutan Komdigi.
Menyikapi fenomena ini, Ervan mengimbau masyarakat untuk lebih bijak dan berhati-hati dalam membeli perangkat telekomunikasi, khususnya yang ditawarkan dengan harga terlampau murah namun tidak memiliki izin resmi. Ia menutup dengan peringatan penting, “Apa yang tampak murah di awal justru bisa menjadi sangat mahal ketika mengakibatkan gangguan layanan publik dan berujung pada sanksi hukum.”
Ringkasan
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) gencar memberantas perangkat telekomunikasi ilegal dengan memusnahkan 75 unit di D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah. Penertiban ini dilakukan untuk menjaga keamanan nasional dan kedaulatan spektrum frekuensi yang merupakan aset strategis negara. Pemusnahan dilakukan setelah melalui proses pembinaan, teguran, klarifikasi, hingga sanksi administratif terhadap para pelanggar.
Perangkat yang dimusnahkan meliputi pemancar rakitan, repeater GSM ilegal, dan radio siaran tanpa izin. Penindakan ini juga berkontribusi pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP), mencapai Rp 406 juta di Yogyakarta dan Rp 242 juta di Jawa Tengah. Kominfo mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam membeli perangkat telekomunikasi dan menghindari perangkat ilegal yang dapat mengganggu layanan publik.