Sponsored

Jalan Tani Berkelanjutan Bone Bolango

Kabupaten Bone Bolango tengah menghadapi tekanan ekologis yang meningkat. Separuh wilayahnya, sekitar 54%, merupakan kawasan konservasi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW), yang menjadi penyangga hidrologis penting bagi Provinsi Gorontalo. Namun tekanan terhadap bentang alamnya justru datang dari dua sektor yang selama ini menopang ekonomi lokal, yakni pertambangan dan pertanian jagung intensif.

Sponsored

Aktivitas pertambangan rakyat maupun perusahaan telah membuka ruang transformasi lahan yang masif. Pemerintah daerah mencatat lebih dari 40 izin galian C beroperasi di wilayah ini, belum termasuk aktivitas pertambangan emas tanpa izin yang sulit dikendalikan. Bencana longsor di Tulabolo pada 2024 lalu yang berlokasi di area tambang ilegal menegaskan risiko tersebut. 

Sebagian besar wilayah Bone Bolango adalah pegunungan dan memiliki sensitivitas tinggi terhadap erosi dan runtuhan. Pembukaan hutan dan lapisan tanah untuk pertambangan di wilayah ini, mempercepat degradasi dan menurunkan kemampuan tanah dalam menyerap air. 

Pertambangan yang bersisian dengan kawasan taman nasional juga membawa implikasi ekologis lebih luas. Setiap lubang galian dan jalur transportasi material tambang, secara perlahan memecah hutan yang seharusnya menyatu, memaksa satwa liar kehilangan habitatnya, dan merusak keseimbangan alam yang telah terbentuk selama puluhan juta tahun. Ini juga berdampak pada hutan yang kehilangan kemampuannya untuk menyimpan air hujan dan menahan erosi. Aliran sungai menjadi lebih deras dan tidak terkendali, menimbulkan risiko banjir dan kekeringan bagi masyarakat di hilir. 

Sementara itu, ekspansi jagung menjadi tekanan lain bagi ekosistem. Penanaman jagung secara monokultur di lahan miring di Bone Bolango mempercepat erosi tanah dan merusak ekosistem. Sehingga meski jagung penting untuk ekonomi lokal, cara bercocok tanamnya saat ini justru mengancam kelestarian lahan dan lingkungan.

Erosi akibat pertanian monokultur tersebut menyebabkan hilangnya unsur hara, terutama nitrogen, fosfor, dan kalium. Akibatnya, petani semakin bergantung pada pupuk kimia agar produktivitas tetap terjaga. Banyak petani yang bahkan menganggap tanpa pupuk kimia hasil jagung turun drastis dan tanah semakin keras.

Dari perspektif ekonomi, ketergantungan ini menciptakan beban biaya produksi yang meningkat, sementara kerusakan tanah terus berlanjut. Yang lebih memprihatinkan, erosi permukaan mempercepat sedimentasi sungai dan meningkatkan risiko banjir bandang yang beberapa kali melanda wilayah hilir Bone Bolango.

Bone Bolango semakin menyadari perlunya pembangunan yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian alam dan fungsi ekologis wilayahnya. Misi konservasi, terutama keberadaan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone sebagai benteng air dan penopang keanekaragaman hayati, menjadi landasan utama dalam perumusan arah pembangunan. Dalam konteks ini, pertanian berkelanjutan muncul sebagai strategi kunci yang bukan sekadar meningkatkan produktivitas, tetapi juga memastikan praktik pertanian selaras dengan upaya menjaga hutan, tanah, dan air agar generasi mendatang tetap menikmati manfaat ekologis Bone Bolango.

Membangun Paradigma Baru

Pertanian berkelanjutan bukan sekadar perubahan cara bertani, melainkan perubahan paradigma pembangunan. Prinsip utamanya adalah bagaimana aktivitas pertanian dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengorbankan daya dukung lingkungan.

Pertanian masih menjadi salah satu penopang utama kehidupan masyarakat Bone Bolango. Pada 2024, Badan Pusat Statistik Bone Bolango mencatat lahan sawah yang ditanami padi seluas 1.981 hektare, lahan tegal atau kebun mencapai 13.163 hektare, serta lahan ladang atau huma seluas 3.987 hektare. Angka-angka ini menunjukkan potensi besar sektor pertanian di Kabupaten Bone Bolango untuk terus dikembangkan, tidak hanya dalam menjaga ketahanan pangan, tetapi juga dalam mendorong kesejahteraan masyarakat.

Melalui program Organic Farming and Sustainable Agriculture System (OFSAS), perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok tani bekerja bersama Pemda untuk mendorong petani mengurangi ketergantungan terhadap bahan kimia, memanfaatkan sumber daya lokal, dan menerapkan praktik ramah lingkungan.

Program ini diikuti pula dengan pengembangan Pekarangan Pangan Berkelanjutan (P2B) yang melibatkan kelompok perempuan tani dalam produksi sayuran dan pangan organik skala rumah tangga. Pendekatan ini terbukti meningkatkan kemandirian pangan, menekan biaya rumah tangga, sekaligus memperkuat ekonomi lokal.

Selain itu, juga dikembangkan zona agro-konservasi di desa-desa penyangga Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Melalui pendekatan agroforestri, masyarakat didorong untuk menanam komoditas bernilai ekonomi seperti kopi, kakao, dan vanili di bawah tegakan pohon hutan. Langkah ini tidak hanya membantu menjaga tutupan lahan, tetapi juga memberi tambahan pendapatan bagi petani.

Langkah penting berikutnya adalah memastikan hasil pertanian berkelanjutan memiliki akses pasar yang memadai. Tanpa dukungan rantai nilai yang adil, perubahan praktik di tingkat petani sulit bertahan. Untuk itu, tengah dikembangkan kemitraan dengan koperasi, Badan Usaha Milik Desa dan dan pelaku usaha lokal agar produk pertanian ramah lingkungan mendapatkan jalur distribusi yang lebih pasti.

Selain memperkuat rantai pasok, Pemda juga berupaya menciptakan skema insentif hijau bagi petani yang mengelola lahan dengan prinsip konservasi. Insentif ini tidak selalu berupa dana langsung, tetapi dapat berupa kemudahan akses pelatihan, sertifikasi, hingga dukungan pembiayaan dari lembaga keuangan mikro. Pendekatan ini diharapkan dapat menumbuhkan motivasi dan rasa kepemilikan terhadap praktik berkelanjutan.

Tidak kalah penting adalah upaya peningkatan literasi pertanian dengan pendekatan literasi eksovatif (ekonomi, sosial dan konservatif) dan regenerasi petani muda. Melalui Smart Farming Academy, petani muda menjadi lebih familiar dengan teknologi digital dan inovasi sederhana seperti sensor kelembaban tanah, aplikasi pengingat cuaca, serta platform jual beli daring. Generasi muda pertanian di Bone Bolango diharapkan tidak hanya menjadi pelaku produksi, tetapi juga wirausahawan yang memadukan teknologi, keberlanjutan, dan nilai ekonomi.

Pinogu: Pelopor Pertanian Organik di Jantung Konservasi

Tengok salah satu contoh penerapan pertanian berkelanjutan di Bone Bolango di Kecamatan Pinogu, wilayah terpencil yang dikelilingi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Akses menuju Pinogu memang tidak mudah; jalan yang menembus hutan hanya bisa dilalui dengan kendaraan ganda. Namun justru karena keterisolasian itulah, masyarakat Pinogu sejak lama menjaga harmoni dengan alam.

Pinogu dikenal sebagai sentra kopi robusta organik dan peternakan sapi rakyat yang dikelola secara alami tanpa bahan kimia sintetis. Praktik pertanian organik di wilayah ini berkembang dari tradisi lokal yang menghormati tanah dan air, jauh sebelum istilah “pertanian berkelanjutan” populer. Petani menggunakan pupuk kandang dan kompos daun, memanfaatkan limbah ternak untuk memperbaiki struktur tanah, serta menanam kopi di bawah naungan pohon hutan.

Sejak 2017, kopi robusta Pinogu mendapatkan sertifikasi indikasi geografis dari Kementerian Hukum dan HAM. Pada 2023 keberlanjutan ini mendapat pengakuan formal: kelompok tani di Pinogu berhasil memperoleh sertifikat kopi dan ternak sapi organik nasional, menjadikannya kawasan pertanian organik pertama di Bone Bolango. Sertifikasi tersebut membuka peluang pasar baru, terutama bagi kopi Pinogu yang kini mulai dikenal di tingkat nasional sebagai produk khas daerah konservasi.

Kolaborasi dan Kepemimpinan Daerah

Transformasi menuju pertanian berkelanjutan tidak dapat dijalankan oleh satu pihak saja. Pemda berperan sebagai pengarah kebijakan dan fasilitator, tetapi keberhasilan di lapangan sangat bergantung pada kemitraan multipihak. Dalam beberapa tahun terakhir, kolaborasi antara Dinas Pertanian, pengelola Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, dan lembaga riset seperti Universitas Brawijaya (UB) telah menghasilkan sejumlah model pilot project pertanian konservasi. 

UB  memperkenalkan model Zero Waste Integrated Farming System (ZWIFS), yaitu sistem pertanian terintegrasi yang menggabungkan tanaman, ternak, dan pengelolaan sumber daya alam secara efisien sehingga menghasilkan nol limbah. Pendampingan UB difokuskan pada pilot project di sejumlah desa, termasuk di Pinogu, untuk mengadaptasi model ini sesuai kondisi lokal.

Kolaborasi ini menekankan sinergi antara pengetahuan lokal masyarakat dengan riset ilmiah. Sistem pertanian terintegrasi membantu petani mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida kimia, meningkatkan kesuburan tanah, dan memperkuat siklus nutrisi alami. 

Pemda juga membantu dengan mengumpulkan berbagai sektor dan mengatasi masalah bersama, karena terkait langsung dengan aspek ruang, konservasi, dan pengelolaan air. Sinergi ini dibuat bersama agar tidak saling bertentangan, terutama dalam konteks perizinan lahan, pengendalian alih fungsi, dan pengawasan terhadap aktivitas tambang di sekitar kawasan pertanian. 

Terakhir adalah peran swasta untuk mendampingi petani, melakukan rehabilitasi lahan kritis, dan pengembangan ekonomi hijau. Prinsipnya sederhana: setiap pelaku pembangunan di Bone Bolango harus menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah. Mereka juga harus mendukung visi jangka panjang pembangunan Bone Bolango, yakni menjadi daerah yang maju secara ekonomi, inklusif secara sosial, dan lestari secara ekologis. Dengan proporsi kawasan konservasi yang besar, Bone Bolango tidak memiliki pilihan selain membangun dengan cara yang berkelanjutan.

Sponsored