Sponsored

Obligasi Menarik: Peluang Investasi Saat BI Rate Turun?

Babaumma JAKARTA – Menjelang penghujung tahun 2025, sejumlah emiten besar di Indonesia gencar merancang penerbitan surat utang atau obligasi. Langkah strategis ini menjadi pilihan utama untuk penggalangan dana dan pembiayaan kebutuhan ekspansi perseroan, terlihat dari aksi korporasi yang dilakukan oleh ENRG, TBIG, BMRI, hingga MBMA.

Sponsored

Ramainya gelombang penerbitan obligasi di akhir tahun ini selaras dengan tren penurunan BI Rate yang telah dipangkas 125 basis poin, kini berada di level 4,75%. Bank Indonesia bahkan masih mengisyaratkan potensi pemangkasan suku bunga lanjutan pada tahun 2026, menciptakan iklim yang kondusif bagi perusahaan untuk mencari pembiayaan murah.

Dari sektor energi, emiten migas Grup Bakrie, PT Energi Mega Persada Tbk. (ENRG), tengah mempersiapkan penawaran Obligasi Berkelanjutan I Energi Mega Persada Tahap I Tahun 2025. Melalui instrumen surat utang ini, perseroan membidik pendanaan sebesar Rp500 miliar.

Obligasi Berkelanjutan I Energi Mega Persada Tahap I Tahun 2025 akan diterbitkan dalam tiga seri. Seri A memiliki tenor 1 tahun dengan rentang kupon 6,75%-7,25%, Seri B bertenor 3 tahun dengan kupon 7,50%-8,25%, dan Seri C berjangka 5 tahun dengan kupon 8,50%-9,25%. Pembayaran kupon ini direncanakan secara kuartalan. Penawaran obligasi ini merupakan bagian integral dari Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) Obligasi Berkelanjutan I Energi Mega Persada yang menargetkan penggalangan dana maksimal hingga Rp4 triliun. Obligasi ENRG sendiri telah memperoleh peringkat idA+ (Single A Plus) dari lembaga pemeringkat efek terkemuka, Pefindo.

Wakil Direktur Utama & CFO Energi Mega Persada, Edoardus Ardianto, mengungkapkan bahwa periode penurunan suku bunga saat ini memberikan keuntungan signifikan bagi perseroan dalam memperoleh pendanaan yang lebih efisien. “Apabila seluruh obligasi ini bisa subscribe dari tahap I sampai kemudian nanti di tahap IV, itu bisa menurunkan pressing untuk pembiayaan kita dalam membiayai seluruh pembiayaan, modal kerja, dan pengembangan usaha,” jelas Edoardus dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (1/12/2025).

Alokasi dana yang diperoleh dari obligasi tahap I ini akan dimanfaatkan sebesar 24,82% untuk pelunasan awal seluruh pokok utang beserta bunga perseroan kepada KCS1 Pte. Ltd. Selanjutnya, sekitar 21,03% akan dialokasikan sebagai pinjaman kepada PT Bangun Sarana Samudra Laut (BSSL), anak usaha ENRG. Dana tersebut akan digunakan BSSL untuk melunasi seluruh pokok utang beserta bunga kepada Bank Mandiri. Sisa dana akan digunakan ENRG sebagai modal kerja guna mendukung operasional usaha, termasuk pembayaran biaya produksi, sewa fasilitas produksi, bahan bakar, gaji, serta kewajiban kepada pemasok.

Melanjutkan tren serupa, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) turut meramaikan pasar obligasi dengan menawarkan Obligasi Berkelanjutan I Bank Mandiri Tahap I Tahun 2025. Bank pelat merah ini menargetkan penghimpunan dana pokok sebanyak-banyaknya Rp5 triliun. Berdasarkan prospektus ringkas yang diterbitkan media massa pada Jumat (28/11/2025), penawaran ini merupakan bagian dari Penawaran Umum Berkelanjutan Obligasi Berkelanjutan I Bank Mandiri, dengan total target penghimpunan dana mencapai Rp20 triliun.

Bank Mandiri mempersiapkan tiga seri obligasi dalam tahap pertama ini: Seri A dengan tenor 370 hari kalender, Seri B dengan tenor tiga tahun, dan Seri C dengan tenor 5 tahun. Tingkat bunga tetap untuk masing-masing seri akan diumumkan kemudian. Dalam rangka penerbitan obligasi berkelanjutan ini, perseroan telah memperoleh hasil pemeringkatan idAAA (Triple A) dari Pefindo, yang mencerminkan tingkat kredibilitas sangat tinggi.

Bank Mandiri merinci penggunaan dana yang terkumpul dari penawaran umum ini, setelah dikurangi biaya emisi, akan didedikasikan untuk membiayai atau membiayai kembali kegiatan dalam kategori Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL) dan/atau Kegiatan Usaha Berwawasan Sosial (KUBS). Sekitar 60% dana akan dialokasikan untuk KUBL pada kategori energi terbarukan, pengelolaan sumber daya alam hayati dan penggunaan lahan berkelanjutan, serta produk yang berpotensi mengurangi penggunaan sumber daya dan meminimalisir polusi. Sementara itu, sekitar 40% dana akan diarahkan untuk KUBS, mencakup akses layanan esensial, penciptaan lapangan kerja, serta program pencegahan dan/atau pengurangan pengangguran, termasuk pembiayaan UMKM.

Tawarkan Obligasi dan Sukuk Sekaligus

Dua emiten yang terafiliasi dengan Grup Saratoga juga memilih strategi penggalangan dana yang terintegrasi, dengan menerbitkan obligasi dan sukuk secara bersamaan pada bulan ini. PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) mengumumkan penerbitan surat utang senilai total Rp2,2 triliun, yang terdiri dari emisi obligasi dengan jumlah pokok Rp1,6 triliun dan sukuk ijarah sebesar Rp600 miliar.

TBIG menjelaskan bahwa Rp1,24 triliun atau 78,1% dari dana penerbitan obligasi akan digunakan untuk pelunasan seluruh pokok Obligasi Berkelanjutan VI Tahap IV Seri A. Sisa dana akan dialokasikan untuk pembayaran sebagian pokok pinjaman kepada BNI. Sementara itu, seluruh dana yang diperoleh dari sukuk akan dimanfaatkan untuk pembayaran sebagian pokok pinjaman kepada BNI yang timbul berdasarkan fasilitas pinjaman BNI pada tanggal jatuh tempo.

Senada, PT Merdeka Battery Minerals Tbk. (MBMA) menawarkan obligasi berkelanjutan dengan nilai pokok Rp2,1 triliun dan sukuk mudharabah senilai Rp1 triliun. Mayoritas dana yang dihimpun MBMA dari penerbitan obligasi akan digunakan untuk melunasi pinjaman bank. Lebih terperinci, MBMA mengalokasikan sekitar US$121 juta atau setara Rp2,02 triliun untuk pembayaran dipercepat atas seluruh pokok utang Fasilitas B. Fasilitas B ini merujuk pada perjanjian fasilitas kredit MBMA senilai US$250 juta yang akan dibayarkan kepada para kreditur melalui PT Bank CIMB Niaga Tbk. sebagai agen. Sisa dana akan digunakan MBMA sebagai modal kerja.

Adapun dana hasil penerbitan sukuk mudharabah dialokasikan MBMA sebesar US$50 juta atau setara Rp837,1 miliar. Dana ini bertujuan untuk menggantikan dana yang diperoleh dari fasilitas pinjaman dengan melunasi seluruh pokok pinjaman yang dananya telah digunakan untuk membiayai pengeluaran PT Merdeka Tsingshan Indonesia (MTI).

Opsi emisi obligasi juga dirancang oleh emiten telekomunikasi PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk. (INET). INET berencana menerbitkan obligasi sebesar Rp1 triliun setelah melakukan aksi korporasi penambahan modal dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue. Direktur Utama Sinergi Inti Andalan Prima, Muhammad Arif, menjelaskan bahwa setelah aksi korporasi rights issue, INET berencana menerbitkan obligasi dengan target raihan dana Rp1 triliun pada awal tahun 2026. “Obligasi Rp1 triliun sudah proses juga di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sudah kami masukkan juga,” ucap Arif, seusai public expose INET di Jakarta, Senin (1/12/2025). Arif menuturkan, penerbitan obligasi ini rencananya untuk pengembangan dan diversifikasi jaringan perseroan di Kalimantan Barat.

Tidak hanya korporasi swasta dan BUMN, opsi obligasi juga dimatangkan oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia. Danantara tengah mengkaji rencana penerbitan Patriot Bond jilid II hingga global bond sebagai strategi diversifikasi sumber pendanaan.

Managing Director Treasury Danantara, Ali Setiawan, menyatakan bahwa rencana penerbitan Patriot Bond II akan sangat bergantung pada hasil dari Patriot Bond pertama yang telah diluncurkan. “Kalau misalnya ada [Patriot Bond] kedua, misalnya ada minat yang besar kita juga pasti akan oke kita buka lagi dari peminat untuk berinvestasi di Patriot Bond tersebut,” ujarnya di Wisma Danantara, Jakarta, Jumat (28/11/2025).

Dalam edisi Patriot Bond pertama, Danantara mengincar penggalangan dana sekitar Rp50 triliun atau setara US$3,1 miliar. Pihak Istana telah mengonfirmasi bahwa hasil Patriot Bond tersebut telah melampaui target Rp50 triliun. Ali menambahkan, Danantara senantiasa berupaya melakukan diversifikasi sumber pendanaan. Menurutnya, sebagai sovereign wealth fund, Danantara tidak dapat bergantung hanya pada satu sumber pembiayaan. Beberapa potensi yang tengah dicermati Danantara antara lain berupa bank facility hingga penerbitan obligasi di pasar global. Ali menyebutkan bahwa penerbitan obligasi global ini akan menunggu momentum yang tepat, yaitu ketika suku bunga US Treasury sudah turun rendah sehingga spread harga juga ikut menurun. Meskipun demikian, Ali belum dapat memastikan waktu pasti Danantara akan menerbitkan obligasi global tersebut, namun yang pasti, rating untuk aksi korporasi tersebut akan dilakukan pada tahun depan.

Ringkasan

Menjelang akhir tahun 2025, banyak emiten besar di Indonesia, termasuk ENRG, TBIG, BMRI, dan MBMA, merencanakan penerbitan obligasi untuk mengumpulkan dana dan membiayai ekspansi. Tren ini didorong oleh penurunan BI Rate, yang menciptakan lingkungan yang menguntungkan untuk pembiayaan yang lebih murah, dan mengisyaratkan potensi penurunan suku bunga lanjutan di tahun 2026.

Beberapa perusahaan, seperti ENRG, akan menggunakan dana obligasi untuk melunasi utang dan modal kerja. Bank Mandiri juga menerbitkan obligasi untuk membiayai kegiatan berwawasan lingkungan dan sosial, termasuk energi terbarukan dan UMKM. Selain obligasi konvensional, beberapa emiten seperti TBIG dan MBMA juga menerbitkan sukuk ijarah dan sukuk mudharabah untuk melunasi pinjaman dan modal kerja.

Sponsored