Babaumma – JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) meningkatkan transparansi pasar saham dengan memperluas distribusi data perdagangan. Mulai Senin, 25 Agustus 2025, ringkasan informasi kode domisili investor kini tersedia di akhir sesi I perdagangan, bukan hanya di akhir sesi perdagangan harian seperti sebelumnya. Langkah ini diharapkan mampu meningkatkan transparansi dan likuiditas pasar.
Dengan akses informasi yang lebih cepat, pelaku pasar, baik investor domestik maupun asing, dapat mengoptimalkan strategi investasi mereka. Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, menyatakan bahwa kebijakan ini selaras dengan misi BEI untuk meningkatkan kualitas layanan informasi dan memperkuat kepercayaan investor. “Penyempurnaan distribusi data ini sejalan dengan misi BEI untuk terus meningkatkan layanan kepada pelaku pasar,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Data yang kini tersedia di akhir sesi I meliputi ringkasan aktivitas transaksi berdasarkan domisili investor, data indeks, dan rekapitulasi berdasarkan tipe investor. Formatnya sama dengan distribusi data di akhir perdagangan harian, sehingga tidak menimbulkan kendala teknis bagi anggota bursa.
Analis menyambut positif kebijakan ini. Felix Darmawan, Equity Research Analyst Panin Sekuritas, menilai langkah BEI ini krusial karena memperkuat transparansi dan akses informasi yang lebih cepat. “Dalam jangka pendek, dampaknya mungkin lebih ke sisi teknis; investor, terutama institusi, bisa lebih cepat membaca tren transaksi asing maupun domestik, sehingga keputusan trading bisa lebih responsif. Ini bisa membuat volatilitas di sesi II sedikit meningkat karena pasar bereaksi lebih cepat terhadap data yang tersedia di tengah hari,” jelas Felix.
Felix menambahkan, dalam jangka panjang, kebijakan ini akan meningkatkan efisiensi pasar. Data yang lebih cepat dan transparan memungkinkan investor, baik institusi maupun ritel, untuk menyusun strategi yang lebih terukur. Hal ini sejalan dengan upaya BEI untuk meningkatkan kualitas pasar dan menarik partisipasi investor asing. Walaupun tidak secara langsung mendongkrak IHSG, kebijakan ini diyakini dapat memperkuat kepercayaan investor dan memperdalam likuiditas bursa.
Senada dengan Felix, Harry Su, Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia, melihat dampak positif terhadap dinamika pasar saham Indonesia. “Penyediaan data yang lebih real-time dapat mempersempit bid-ask spread, memperdalam market depth, dan mendorong partisipasi investor, khususnya ritel, yang selama ini membutuhkan transparansi lebih untuk meningkatkan kepercayaan mereka terhadap pasar modal,” ujar Harry.
Rudiyanto, Direktur Panin Asset Management, menganggap pembukaan data domisili sebagai langkah penting dalam meningkatkan transparansi dan kenyamanan investor. Namun, ia menekankan perlunya evaluasi terhadap aturan free float. Peningkatan porsi minimal saham publik dari 7,5% ke 15%-20% dianggap perlu untuk memperluas partisipasi investor.
Rully Arya, Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas, menambahkan bahwa kebijakan ini bisa menjadi stimulus positif, namun dampak optimalnya perlu dibarengi penguatan regulasi, literasi, dan digitalisasi pasar modal. Edukasi dan penyederhanaan proses transaksi dinilai penting agar manfaat transparansi benar-benar terasa.
Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, memperkirakan keterbukaan informasi yang lebih luas dapat menarik kembali minat investor di tengah volatilitas pasar. Ia menekankan bahwa transparansi bukan hanya soal membuka data, tetapi juga memberi ruang bagi investor untuk memanfaatkan volatilitas.
Katalis Tambahan dari The Fed
Selain kebijakan domestik, sentimen positif juga datang dari eksternal. Sinyal dovish The Fed yang mengisyaratkan pemangkasan suku bunga acuan AS pada September 2025 berpotensi menjadi katalis positif bagi IHSG. Ketua The Fed, Jerome Powell, mengindikasikan kemungkinan pemangkasan suku bunga di Jackson Hole, meskipun inflasi masih menjadi perhatian.
Hal ini berpotensi mendorong aliran dana asing ke pasar emerging market, termasuk Indonesia. Penurunan suku bunga AS membuat imbal hasil obligasi AS turun, sehingga investor global mencari return yang lebih tinggi di negara berkembang. Efeknya langsung terlihat pada penguatan saham-saham perbankan pada penutupan perdagangan Senin (25/8), seperti BBRI, BBNI, BMRI, dan BBCA.
Nafan Aji Gusta, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, mengatakan reli saham perbankan didorong oleh ekspektasi penurunan suku bunga acuan AS dan Bank Indonesia. Bank Indonesia sendiri telah memangkas BI Rate menjadi 5% pada Agustus 2025, sebuah langkah proaktif dalam memitigasi risiko.
Namun, risiko tetap ada. Perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara quarter on quarter (QoQ) pada kuartal III/2025 dan pelemahan konsumsi domestik menjadi perhatian. Nafan menekankan pentingnya kontribusi investasi untuk menopang pertumbuhan ekonomi, mengingat proyeksi IMF yang menempatkan pertumbuhan Indonesia di bawah target.
Ketidakpastian arah kebijakan moneter AS menjadi risiko bagi pasar. The Fed diperkirakan hanya memangkas suku bunga acuan sebesar 20 basis poin, padahal peluang pemangkasan lebih besar masih terbuka. Kepastian kebijakan dan minimnya intervensi politik terhadap The Fed sangat penting untuk menjaga momentum net buy asing.
Mirae Asset memperkirakan IHSG akan bergerak di kisaran 7.680–8.225 pada kuartal III/2025. Momentum net buy asing berpeluang terjaga jika The Fed memangkas suku bunga pada September 2025. Komitmen pemerintah juga penting untuk memitigasi risiko.
______
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
BEI meningkatkan transparansi pasar saham dengan menyediakan ringkasan kode domisili investor di akhir sesi I perdagangan, bukan hanya di akhir sesi harian. Langkah ini diharapkan meningkatkan likuiditas dan memberikan investor, baik domestik maupun asing, akses informasi lebih cepat untuk strategi investasi yang lebih optimal. Para analis menilai positif kebijakan ini karena memperkuat transparansi dan efisiensi pasar.
Selain itu, sinyal dovish The Fed yang mengindikasikan pemangkasan suku bunga AS berpotensi menjadi katalis positif bagi IHSG, mendorong aliran dana asing ke pasar emerging market termasuk Indonesia. Meskipun demikian, risiko tetap ada, seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan ketidakpastian kebijakan moneter AS. Perlu diingat bahwa prediksi IHSG dan dampak kebijakan ini masih bersifat spekulatif.