Minyakita Tembus Rp20.000/Liter, Harga Melejit di Atas HET

Harga Minyakita, minyak goreng curah bersubsidi, terus meroket. Di sejumlah daerah, harga per liternya telah mencapai Rp16.700 hingga Rp17.000, bahkan di Papua dan wilayah timur Indonesia, menembus angka Rp20.000. Angka ini jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp15.700 per liter.

Kenaikan harga, meskipun terkesan tidak signifikan, memberikan dampak luas bagi masyarakat, demikian disampaikan Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI, Reynaldi Sarijowan, dalam keterangan tertulis pada Rabu (27/8). Ia menilai situasi ini ironis, mengingat Indonesia sebagai produsen kelapa sawit terbesar dunia justru kesulitan menyediakan minyak goreng terjangkau bagi penduduknya.

Reynaldi menuding banyaknya regulasi dan intervensi pemerintah, termasuk kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), justru menghambat kelancaran pasar minyak goreng. Permendag Nomor 18/2024 menjadi salah satu regulasi yang perlu dievaluasi, karena dinilai belum mampu menyelesaikan permasalahan di sepanjang rantai pasok minyak goreng, dari hulu hingga hilir. Menurutnya, keterlibatan swasta dalam produksi dan distribusi minyak goreng menyulitkan pemerintah dalam mengontrol harga dan ketersediaan.

Sebagai solusi, IKAPPI merekomendasikan keterlibatan semua pemangku kepentingan—pemerintah, BUMN, dan swasta—dalam diskusi komprehensif mengenai tata kelola minyak goreng. IKAPPI menyarankan peningkatan peran BUMN, misalnya dengan menunjuk 1-3 BUMN untuk memproduksi dan mendistribusikan Minyakita. Reynaldi mencontohkan, saat ini ID Food hanya menguasai sekitar 7% dari total distribusi Minyakita. Dengan peran BUMN yang lebih besar, pengawasan harga dan distribusi akan lebih efektif, sekaligus menekan praktik bundling antara minyak subsidi dan produk premium yang kerap terjadi. Swasta, menurutnya, lebih sulit dikontrol, baik dalam produksi maupun distribusi, dan sering memanipulasi harga.

Praktik bundling, di mana pedagang mewajibkan pembelian minyak premium untuk mendapatkan Minyakita, menjadi salah satu penyebab kenaikan harga di tingkat konsumen. Beberapa distributor juga ikut menaikkan harga, memperparah situasi. Reynaldi menjelaskan, stok Minyakita sebenarnya tersedia, namun sistem distribusi yang panjang dan berlapis, melibatkan distributor tingkat 1 hingga 3, menyebabkan harga menjadi melambung.

Oleh karena itu, IKAPPI mendesak evaluasi Permendag 18/2024, perbaikan tata kelola Minyakita dari hulu hingga hilir, dan peningkatan peran BUMN dalam produksi dan distribusi. Lebih lanjut, IKAPPI juga mendorong pengawasan yang lebih ketat terhadap distribusi dan praktik bundling di pasar. Intinya, keterlibatan semua pihak, mulai dari pemerintah, BUMN, hingga pelaku pasar, sangat penting untuk menyelesaikan permasalahan minyak goreng ini.

Baca juga:

  • Pemerintah Buka Peluang Revisi Harga Eceran Tertinggi Minyakita, Bakal Turun?
  • Harga di Tingkat Konsumen Tinggi, Kemendag Kaji Penyesuaian Harga Minyakita
  • Kemendag Sanksi 66 Distributor dan Pengecer Minyakita, Izin Terancam Dicabut

Ringkasan

Harga Minyakita, minyak goreng bersubsidi, telah melonjak di berbagai daerah, mencapai Rp16.700-Rp17.000 per liter, bahkan hingga Rp20.000 di Papua dan wilayah timur Indonesia, jauh di atas HET Rp15.700. Kenaikan ini berdampak luas pada masyarakat dan dinilai ironis mengingat Indonesia sebagai produsen kelapa sawit terbesar.

IKAPPI menilai regulasi pemerintah, termasuk DMO dan Permendag Nomor 18/2024, menghambat kelancaran pasar. Mereka merekomendasikan peningkatan peran BUMN dalam produksi dan distribusi Minyakita untuk pengawasan harga yang lebih efektif, serta pengawasan ketat terhadap praktik bundling dan distribusi yang berlapis. Evaluasi Permendag 18/2024 dan kolaborasi pemerintah, BUMN, dan swasta juga dianggap penting untuk menyelesaikan masalah ini.

Tinggalkan komentar