Babaumma – JAKARTA — Aliran dana mengendap di Bank Indonesia (BI) senilai Rp200 triliun ke sistem perbankan memicu beragam rekomendasi analis terhadap saham bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Lima bank BUMN yang menjadi sorotan adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS).
Kebijakan pemerintah ini disambut positif oleh pasar saham. Maximilianus Nicodemus, Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, menilai sentimen ini menguntungkan dalam jangka pendek. Suntikan likuiditas tersebut diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan mempercepat realisasi program pemerintah. “Secara jangka pendek, tentu bagus, pasar senang kalau ada stimulus pro pertumbuhan,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (14/9/2025).
Namun, Nicodemus mengingatkan pentingnya memperhatikan kualitas aset perbankan. Pertumbuhan kredit yang pesat tanpa diimbangi pengelolaan kualitas aset yang baik berpotensi merugikan bank. Ia menyarankan investor untuk berhati-hati, mengingat kinerja beberapa bank BUMN masih dalam tahap pemulihan dan belum sebaik PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang konsisten mencatatkan pertumbuhan laba yang solid. “Kalau untuk saham BUMN, masalahnya mereka kinerjanya juga lagi struggle juga, jadi wait and see,” tambahnya.
Pandangan berbeda datang dari Oktavianus Audi dari Kiwoom Sekuritas. Ia melihat peluang akumulasi saham bank BUMN dalam jangka menengah. Audi merekomendasikan pembelian saham BBRI dengan target harga Rp4.250 dan BMRI dengan target harga Rp5.600. Menurutnya, penyaluran dana Rp200 triliun tersebut berpotensi memperluas basis penyaluran kredit, meningkatkan likuiditas sekitar 3,2%—4,3% terhadap jumlah uang beredar (M2), dan memengaruhi ekspektasi inflasi.
Audi menambahkan, koordinasi kebijakan fiskal dan moneter, terutama jika dana tersebut digunakan untuk konsumsi masyarakat, berpotensi mengubah ekspektasi inflasi. Kebijakan ini juga diyakini dapat menekan biaya dana (cost of fund) bank, memungkinkan penyaluran kredit yang lebih leluasa, dan pada akhirnya mempercepat realisasi proyek pemerintah serta mendukung pertumbuhan ekonomi. Efektivitasnya, lanjut Audi, sangat bergantung pada kecepatan dan tepat sasarannya penyaluran dana, serta respons perbankan.
Sektor perbankan, konstruksi, dan barang konsumsi diprediksi menjadi penerima manfaat utama, sementara sektor properti, semen, dan ritel berpotensi terdongkrak secara sekunder. Senada dengan hal tersebut, Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, menyatakan bahwa pernyataan Menteri Keuangan mengenai penarikan dana Rp200 triliun menjadi pemicu kenaikan harga saham bank BUMN. Ia menilai hal ini menarik bagi investor ritel.
Mirae Asset merekomendasikan strategi accumulative buy untuk BBNI (target harga Rp4.470 hingga Rp5.000), BBRI (Rp4.220 hingga Rp4.730), dan BMRI (Rp5.075 hingga Rp7.175). Sementara untuk BBTN, Mirae Asset menyarankan strategi re-accumulating add dengan target harga Rp1.350 hingga Rp1.610.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Ringkasan
Suntikan dana Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke perbankan BUMN memicu beragam analisis saham. Beberapa analis melihat potensi positif jangka pendek berupa peningkatan pertumbuhan ekonomi dan percepatan program pemerintah, serta peluang akumulasi saham BUMN jangka menengah. Namun, ada juga yang mengingatkan pentingnya memperhatikan kualitas aset perbankan mengingat kinerja beberapa bank BUMN masih dalam tahap pemulihan.
Rekomendasi saham pun beragam. Kiwoom Sekuritas merekomendasikan pembelian saham BBRI (target Rp4.250) dan BMRI (target Rp5.600), sementara Mirae Asset menyarankan strategi accumulative buy untuk BBNI, BBRI, dan BMRI, serta strategi re-accumulating add untuk BBTN dengan target harga masing-masing. Sektor perbankan, konstruksi, dan barang konsumsi diprediksi sebagai penerima manfaat utama dari kebijakan ini.