Sponsored

Grab Siapkan Mitra Pengemudi Hadapi Era Kendaraan Otonom & AI

CEO Grab Anthony Tan menyatakan perusahaan mulai melatih pengemudi agar memiliki keahlian baru yang relevan dengan masa depan industri berbasis kecerdasan buatan (AI).

Sponsored

Menurutnya, langkah ini bersifat antisipatif terhadap perkembangan teknologi kendaraan otonom yang berpotensi mengubah lanskap pekerjaan di sektor transportasi.

“Penting untuk memikirkan masa depan pekerjaan. Hadirnya kendaraan otonom tak bisa dilepaskan dari dampak terhadap para pengemudi. Grab sudah menyiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasi perubahan itu,” ujar Anthony dalam Forbes Global CEO Conference 2025 di Jakarta, Rabu (15/10).

Anthony menjelaskan, dalam lima tahun ke depan, arah inovasi Grab akan berfokus pada pemanfaatan teknologi mutakhir untuk menghadirkan sistem transportasi yang lebih efisien dan aman.

Baca juga:

  • Shopee Ungkap 3 Modus Penipuan yang Jerat Pengguna, Salah Satunya Phishing
  • Dikritik DPR Komentari Kementerian Lain, Purbaya Tegaskan Fokus Awasi Anggaran
  • Bahlil: Kapasitas Pengolahan Bauksit di Smelter RI Capai 17,5 Juta Ton per Tahun

“Masa depan transportasi akan bergerak menuju konvergensi antara AI, robotika, dan sistem sensorik canggih, misalnya teknologi seperti robotaxi,” katanya.

Ia menyebutkan bahwa Waymo baru-baru ini merilis data yang menunjukkan kendaraan otonom 9,5 kali lebih aman dibandingkan pengemudi manusia. Jadi, bukan lagi soal apakah teknologi ini akan hadir, melainkan kapan.

Namun, Grab juga menyadari tantangan serius terkait masa depan pekerjaan pengemudi. Peralihan menuju kendaraan otonom dikhawatirkan menggeser peran manusia di sektor transportasi.

Tetap Relevan di Era Otomatisasi

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Anthony menyebut Grab telah menyiapkan sejumlah langkah konkret agar para mitra pengemudi tetap relevan di era otomatisasi.

“Kami melatih pengemudi untuk menjadi teknisi yang mampu menangani perawatan kendaraan otonom, seperti mengganti lidar, kamera depan-belakang, hingga sensor samping,” ujarnya.

Selain itu, sebagian pengemudi juga dilatih menjadi safety driver dan remote safety operator, dua peran penting dalam tahap transisi menuju kendaraan tanpa pengemudi penuh.

“Ketika kendaraan otonom menghadapi situasi tak terduga yang belum bisa ditangani AI sepenuhnya, manusia masih memiliki peran vital. Karena itu, kami ingin memastikan para pengemudi siap mengisi peran tersebut,” kata Anthony.

Anthony menyoroti kondisi unik di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, di mana sepeda motor menjadi moda transportasi utama. Menurutnya, pengembangan teknologi otonom di kawasan ini harus mempertimbangkan karakteristik tersebut.

“Pasar seperti Jakarta memiliki dinamika yang berbeda. Sepeda motor sangat dominan, jadi mungkin solusi kendaraan otonom di sini akan berbentuk kendaraan roda dua dengan sistem keseimbangan otomatis atau giroskopik,” katanya.

Faktor ekonomi juga memengaruhi kecepatan adopsi teknologi otonom. “Biaya tenaga kerja di Jakarta jauh lebih rendah dibandingkan di San Francisco, jadi tingkat urgensi untuk otomatisasi tidak sebesar di negara dengan biaya tenaga kerja tinggi,” kata dia.

Anthony menegaskan, perkembangan kendaraan otonom bukan sekadar tren teknologi, tetapi merupakan transformasi sosial dan ekonomi yang akan mengubah cara manusia bergerak dan bekerja.

Sponsored