Sponsored

Perpres Sampah Jadi Listrik Direvisi: Apa Saja yang Berubah?

Presiden Prabowo Subianto telah mengesahkan langkah penting dalam pengelolaan sampah nasional dengan menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025 pada 10 Oktober lalu. Beleid terbaru ini merupakan penyempurnaan dari Perpres Nomor 35 Tahun 2018, yang secara fundamental mengatur proses pengolahan sampah menjadi sumber energi listrik yang ramah lingkungan.

Sponsored

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, dalam keterangan tertulisnya pada Rabu (15/10), menekankan tujuan utama dari kebijakan ini. “Kita ingin memastikan timbulan sampah di daerah dapat diolah sesuai kaidah lingkungan yang baik dan energi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai energi bersih,” ujarnya, menggarisbawahi komitmen pemerintah terhadap keberlanjutan dan pemanfaatan energi terbarukan.

Melalui Perpres 109/2025, pembangunan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) kini diperluas cakupannya. Proyek ini tidak lagi terbatas pada 12 lokasi prioritas seperti yang tercantum dalam beleid sebelumnya, melainkan ditujukan untuk seluruh daerah yang memenuhi kriteria ketat yang telah ditetapkan, membuka peluang lebih besar bagi inovasi dan solusi pengelolaan sampah di berbagai wilayah.

Sejauh ini, verifikasi lapangan tahap pertama telah berhasil menetapkan tujuh daerah sebagai prioritas awal. Ketujuh wilayah tersebut adalah Denpasar Raya, Yogyakarta Raya, Bogor Raya, Bekasi Raya, Tangerang Raya, Medan Raya, dan Semarang Raya. Menariknya, dua wilayah yang semula masuk proyeksi awal, yaitu Jakarta dan Bandung Raya, tidak lolos tahap verifikasi ini, menunjukkan selektivitas ketat dalam penentuan lokasi PSEL.

Baca juga:

  • CIO Danantara: Hambatan Terbesar Modal Ventura RI Kurangnya Mitra Investasi
  • Surge dan MyRepublic Menang Lelang Frekuensi 1,4 GHz untuk Internet Murah
  • Grab Latih Mitra Pengemudi Hadapi Masa Depan Kendaraan Otonom dan AI

Libatkan Danantara dan Pemerintah Daerah

Pemerintah tidak berhenti di situ dan kini tengah melanjutkan proses verifikasi ke wilayah lain, termasuk Bandar Lampung Raya dan Serang Raya, untuk mengidentifikasi potensi lokasi PSEL tambahan. Dalam skema proyek ambisius ini, Danantara memainkan peran vital dengan memastikan dukungan investasi yang diperlukan serta memiliki hak untuk memilih Badan Usaha Pengembang dan Pengelola PSEL, menjamin profesionalisme dan efisiensi operasional.

Guna menarik minat investor dan menjamin kepastian investasi jangka panjang, pemerintah telah menetapkan skema yang sangat menguntungkan. Tarif listrik dari hasil olahan sampah dipatok tetap sebesar US$0,20 per kWh selama periode 30 tahun, dan PT PLN memiliki kewajiban untuk membeli seluruh listrik yang dihasilkan. “Skema ini diharapkan mampu menarik minat investor,” kata Hanif, optimis terhadap potensi kolaborasi swasta.

Selain itu, Perpres ini juga dirancang untuk mempercepat proses perizinan dan mekanisme pendanaan, memastikan bahwa proyek dapat berjalan secara efisien dan berkelanjutan. Di sisi lain, pemerintah daerah memiliki dua kewajiban fundamental: menyiapkan lahan yang sesuai dan memastikan pasokan sampah ke instalasi PSEL terpenuhi secara konsisten, sekaligus bertanggung jawab penuh atas pengangkutan sampah tersebut.

Meskipun demikian, proyek PSEL ini secara spesifik difokuskan pada daerah dengan timbulan sampah harian lebih dari 1.000 ton per hari. Menteri Hanif Faisol Nurofiq mengakui bahwa proyek PSEL ini, meski signifikan, belum mampu mengatasi seluruh permasalahan sampah di Indonesia secara menyeluruh.

“PSEL ini hanya mengurangi sekitar 33 ribu ton per hari, sedangkan sampah kita 143 ribu ton per hari,” jelas Hanif, memberikan gambaran skala tantangan yang dihadapi. Untuk mengatasi sisa timbulan sampah harian sekitar 100 ribu ton, pemerintah akan menerapkan skema refuse derived fuel (RDF), terutama dengan melibatkan industri semen, sementara sisanya akan dikelola melalui pembangunan fasilitas menengah dan kecil yang tersebar di seluruh pelosok Tanah Air.

Ringkasan

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025 disahkan sebagai revisi dari Perpres Nomor 35 Tahun 2018, mengatur pengolahan sampah menjadi energi listrik yang lebih luas cakupannya. Pembangunan fasilitas PSEL diperluas ke seluruh daerah yang memenuhi kriteria, tidak lagi terbatas pada 12 lokasi prioritas. Tujuh daerah telah ditetapkan sebagai prioritas awal setelah verifikasi tahap pertama, yaitu Denpasar Raya, Yogyakarta Raya, Bogor Raya, Bekasi Raya, Tangerang Raya, Medan Raya, dan Semarang Raya.

Danantara berperan dalam memastikan dukungan investasi dan memilih Badan Usaha Pengembang dan Pengelola PSEL. Tarif listrik dari olahan sampah ditetapkan US$0,20 per kWh selama 30 tahun, dan PLN wajib membelinya. Pemerintah daerah wajib menyiapkan lahan dan memastikan pasokan sampah, sementara proyek PSEL difokuskan pada daerah dengan timbulan sampah harian lebih dari 1.000 ton per hari. Untuk mengatasi sisa sampah, pemerintah menerapkan skema refuse derived fuel (RDF) dan membangun fasilitas pengolahan sampah menengah dan kecil.

Sponsored