Sponsored

PLTA Tonsealama: Warisan Belanda Terangi Sulawesi Utara Hingga Kini

Jauh tersembunyi di jantung Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, berdiri kokoh sebuah saksi bisu sejarah kelistrikan Indonesia: PLTA Tonsealama. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) bersejarah ini, yang namanya diambil dari desa tempatnya berada, telah beroperasi sejak era penjajahan Belanda. Perjalanan menuju lokasi itu sendiri merupakan sebuah petualangan, menempuh sekitar 30 kilometer dari hiruk-pikuk pusat Kota Manado. Terletak di antara hamparan perkebunan hijau, akses menuju PLTA Tonsealama dihiasi jalan-jalan kecil yang berliku tajam dan menurun, menambah kesan tersembunyi nan eksotis.

Sponsored

Setibanya di area PLTA Tonsealama, pengunjung akan disambut oleh panorama menawan air terjun yang deras mengalir, menyatu dengan sungai yang menjadi nadi utama pembangkit ini. Perjalanan menuju inti lokasi memang menantang, melewati jalur curam dan berbatu yang diapit pepohonan rindang. Di antara hijaunya dedaunan, gemericik air sungai senantiasa menemani, menciptakan suasana asri yang menenangkan. Sebuah jembatan kokoh menjadi penghubung antara area parkir di lereng bukit dengan kompleks pembangkit, seolah gerbang menuju masa lalu dan masa kini kelistrikan.

Jejak sejarah PLTA Tonsealama terukir sejak tahun 1920-an, ketika unit pertamanya mulai dibangun di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Bahkan, nama aslinya, Pusat Listrik Tenaga Air Tonsealama, masih jelas terpampang pada struktur bangunannya. Meskipun mulai beroperasi pada 1949, status legalnya baru diakui pada 1950, seperti yang diungkapkan oleh Asisten Manajer Operasi PT PLN Nusantara Power UP Minahasa, Oudy F. Rumbajan, dalam wawancara di Minahasa pada Kamis (30/10). Pembangkit ini bukanlah sembarang fasilitas, melainkan salah satu dari tujuh pembangkit listrik pertama yang dimiliki oleh s’Lands Waterkracht Bedriven, perusahaan listrik Hindia Belanda yang didirikan pada 1927 dan kelak menjadi cikal bakal PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang kita kenal sekarang. Dimulai pada tahun 1928, PLTA Tonsealama juga memegang peran perintis sebagai pembangkit pertama di Indonesia yang secara cerdik memanfaatkan aliran sungai dari Danau Tondano sebagai sumber energi primernya yang melimpah.

Memiliki 3 Unit Pembangkit
Seiring waktu, PLTA Tonsealama terus berevolusi. Kini, pembangkit ini telah dilengkapi dengan tiga unit generator yang mampu menghasilkan total daya sebesar 12 megawatt (MW). Jika pada awalnya pasokan listriknya hanya terbatas untuk memenuhi kebutuhan wilayah Manado dan Minahasa, sejak dekade 1980-an, jangkauannya meluas secara signifikan. PLTA Tonsealama kini telah terintegrasi dalam sistem interkoneksi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo (Sulutgo), menjadi penopang vital dalam menerangi sebagian besar wilayah tersebut.

Beroperasi selama 75 tahun bukanlah tanpa aral melintang. Oudy F. Rumbajan mengutarakan bahwa PLTA Tonsealama menghadapi beragam tantangan, mulai dari pengelolaan sumber daya manusia, pemeliharaan peralatan, hingga fluktuasi debit air Danau Tondano. Ia menekankan bahwa kinerja PLTA Tonsealama sangat bergantung pada elevasi air Danau Tondano, yang artinya sangat dipengaruhi oleh musim hujan. Oleh karena itu, penting sekali untuk menjaga kelestarian Danau Tondano secara kolektif, demi memastikan pasokan air yang stabil dan keberlanjutan listrik bagi Manado serta wilayah sekitarnya. Musim kemarau, yang umumnya terjadi antara Juli hingga September, seringkali menyebabkan elevasi air surut drastis, berbanding terbalik dengan musim hujan yang dimulai pada Oktober. Kondisi ini pernah memicu PLTA Tonsealama mengalami shutdown atau penghentian operasi akibat debit air yang terlalu rendah. Namun, PLN tidak tinggal diam. Untuk mengatasi masalah tersebut, berbagai upaya dilakukan, termasuk teknik modifikasi cuaca untuk meningkatkan elevasi air dan memastikan aliran kembali normal ke pembangkit. Tak hanya itu, PLN juga aktif melakukan penanaman pohon di sekitar area PLTA Tonsealama. Aksi ini memiliki dua tujuan strategis: memanfaatkan pohon sebagai penampung air alami sekaligus menjaga kontur tanah agar tetap stabil.

Masalah Sampah dan Pendangkalan Danau
Selain isu fluktuasi debit air, PLTA Tonsealama juga bergulat dengan masalah lain yang tak kalah serius: penumpukan sampah dan sedimen di daerah aliran sungai (DAS) yang menjadi jalurnya. Oudy F. Rumbajan menjelaskan bahwa tumpukan sampah sering kali menyumbat area penampungan, baik saat musim hujan maupun kemarau, mengganggu kelancaran operasional. Oleh karena itu, PLN tak henti-hentinya melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan sungai dan tidak membuang sampah sembarangan. Di sisi lain, untuk mempertahankan kapasitas dan stabilitas elevasi air, PLN, bersama berbagai pemangku kepentingan, secara rutin melaksanakan kegiatan pengerukan sedimen di Danau Tondano. Langkah proaktif ini krusial guna memastikan bahwa volume air di danau tetap optimal, sehingga PLTA Tonsealama dapat terus beroperasi secara efisien dan berkelanjutan, menerangi harapan bagi banyak jiwa di Sulawesi Utara.

Ringkasan

PLTA Tonsealama, sebuah pembangkit listrik tenaga air bersejarah yang terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, telah beroperasi sejak era penjajahan Belanda. Pembangkit ini memanfaatkan aliran sungai dari Danau Tondano sebagai sumber energi dan kini memiliki tiga unit generator dengan total daya 12 MW, yang terintegrasi dalam sistem interkoneksi Sulutgo.

PLTA Tonsealama menghadapi berbagai tantangan seperti fluktuasi debit air Danau Tondano akibat perubahan musim, serta masalah sampah dan sedimentasi di daerah aliran sungai. PLN berupaya mengatasi masalah ini melalui modifikasi cuaca, penanaman pohon, sosialisasi kebersihan sungai, dan pengerukan sedimen di Danau Tondano untuk memastikan operasional PLTA yang berkelanjutan dan pasokan listrik bagi wilayah Sulawesi Utara.

Sponsored