Bisnis.com, JAKARTA — Alokasi investasi di industri dana pensiun per Juli 2025 mengalami pergeseran. Misalnya saja, portofolio saham menurun 9,82% (year on year/YoY) menjadi Rp23,2 triliun.
Sebaliknya, berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) penempatan aset di deposito berjangka justru melonjak 20,24% (YoY) menjadi Rp101,64 triliun. Adapun, penempatan di surat berharga negara (SBN) naik 2,76% menjadi Rp138 triliun.
Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) menilai pergeseran alokasi investasi dari saham ke deposito dan SBN disebabkan oleh kombinasi faktor makro ekonomi, pasar, dan regulasi.
: Dapen BCA Lirik Potensi Tambah Muatan Saham, Intip Pilihan Investasinya
“Selain itu, imbal hasil obligasi negara seperti SBN yang menarik [pasar fixed-income] menjadi lebih kompetitif, sekaligus untuk menjaga ekspektasi terhadap tingkat hasil investasi,” ungkap Humas ADPI Syarifudin Yunus kepada Bisnis, Rabu (22/10/2025).
Sebab itu, menurutnya dana pensiun perlu memperkuat porsi aset aman seperti SBN dan deposito untuk menurunkan alokasi saham saat volatilitas naik.
: : Dapen Mandiri: Usulan Dana Pensiun jadi Market Maker Kurang Bijaksana
Meski demikian, Syarif mengemukakan strategi ini bersifat adaptif terhadap situasi ekonomi. Namun, untuk saat ini dia merasa itu hanya bersifat sementara saja meskipun bisa menjadi arah jangka menengah jika risiko makro tetap tinggi.
“Dan juga selama yield SBN masih tinggi dan risiko pasar belum menurun maka tetap jadi pilihan. Namun, pengelola dana pensiun tetap perlu kembali menyeimbangkan portofolio agar pertumbuhan aset jangka panjang tetap terjaga,” jelas dia.
: : Pengamat: Dapen Amankan Investasi ke Selain Saham karena Sideways
Lebih jauh, dia berpendapat penurunan yield SBN tidak berpengaruh besar terhadap valuasi portofolio investasi dana pensiun.
“Pengaruhnya tidak signifikan karena SBN tetap dapat meningkatkan valuasi jangka pendek atas portofolio dana pensiun. Utamanya untuk antisipasi terhadap pembayaran manfaat pensiun kepada peserta,” tuturnya.