Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mencatat kemajuan signifikan dalam upaya penertiban sektor pertambangan. Dari total 190 perusahaan tambang mineral dan batu bara yang izinnya dibekukan, empat di antaranya kini telah diizinkan kembali beroperasi. Pengaktifan kembali ini diberikan setelah perusahaan-perusahaan tersebut berhasil memenuhi seluruh persyaratan ketat yang ditetapkan pemerintah.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa kebijakan yang diterapkan tidak bertujuan untuk mempersulit pelaku usaha. “Jadi sebenarnya kami tidak membuat susah, tolong ikuti aturan yang ada,” ujarnya kepada awak media usai menghadiri acara Mineral dan Batu Bara Convex 2025 di Jakarta, Rabu (15/10). Pernyataan ini sekaligus menggarisbawahi komitmen pemerintah terhadap tata kelola pertambangan yang patuh pada regulasi.
Pembekuan izin terhadap 190 perusahaan tambang ini, yang telah berlaku sejak September lalu, disebabkan oleh kelalaian dalam pembayaran dana jaminan reklamasi (jamrek). Jamrek merupakan kewajiban fundamental bagi setiap perusahaan tambang, di mana dana ini wajib disetorkan kepada negara sebelum dimulainya aktivitas operasional. Fungsinya adalah sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan untuk memulihkan lahan bekas tambang ke kondisi semula. Apabila proses reklamasi telah sukses terlaksana sesuai ketentuan, dana jamrek tersebut akan dikembalikan oleh pemerintah kepada perusahaan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba), Tri Winarno, mengungkapkan bahwa Kementerian ESDM telah menerima 44 pengajuan permohonan pengoperasian kembali dari sejumlah perusahaan minerba. Namun, dari puluhan pengajuan tersebut, baru empat perusahaan yang kegiatan operasionalnya diperbolehkan untuk berjalan kembali, menandakan seleksi dan verifikasi ketat yang diberlakukan oleh pemerintah.
Respons dari sebagian besar perusahaan yang dibekukan masih belum menunjukkan kemajuan berarti. Tercatat, sebanyak 150 perusahaan tambang hingga saat ini belum mengajukan permohonan pengaktifan kembali izin operasionalnya. Tri menjelaskan bahwa kendala utama yang mereka hadapi adalah kurangnya kelengkapan dokumen jamrek, belum adanya penetapan jamrek, serta belum terlaksananya pembayaran jamrek yang menjadi kewajiban.
Implikasi bagi perusahaan yang izinnya masih dibekukan sangat signifikan dan dapat berujung pada konsekuensi serius. Mereka tidak akan dapat mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk tahun 2026 jika belum memenuhi seluruh persyaratan yang telah ditetapkan. “Izinnya saja mau dicabut, harus dibereskan dahulu (jamrek),” tegas Tri, menyoroti urgensi penyelesaian kewajiban ini sebelum masalah semakin berlarut.
Potensi Pencabutan Izin Permanen
Kementerian ESDM sebelumnya telah memberikan peringatan tegas berupa ancaman pencabutan izin operasi permanen bagi perusahaan-perusahaan tambang yang terus-menerus mengabaikan kewajiban pembayaran jamrek. Peringatan ini tidak diberikan secara mendadak, melainkan melalui serangkaian notifikasi, mulai dari peringatan satu hingga tiga, sebelum ancaman pencabutan izin dikeluarkan secara resmi.
Tri Winarno menjelaskan lebih lanjut mengenai langkah penindakan tersebut. “Kami hentikan operasinya sementara dan beri waktu 60 hari. Kalau tidak diurus (pembayaran jamreknya) izinnya kami cabut, tapi kewajiban reklamasi pascatambang tetap nempel (di perusahaan tersebut),” ujarnya pada Kamis pekan lalu. Pernyataan ini menegaskan bahwa meskipun izin operasi dicabut, tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dan pemulihan lahan tidak akan hilang.
Batas waktu 60 hari ini mulai terhitung sejak pemberitahuan penghentian operasi yang tercantum dalam surat resmi Ditjen Minerba Kementerian ESDM Nomor T-1533/MB.07/DJB.T/2025, yang ditandatangani pada 18 September 2025. Dengan demikian, pada 18 November 2025, izin perusahaan yang belum menunaikan kewajiban jamreknya akan terancam dicabut secara definitif. Berdasarkan informasi yang dihimpun Katadata.co.id, dari 190 perusahaan tambang yang izinnya ditangguhkan ini, 93 di antaranya bergerak di sektor batu bara dan 97 lainnya di sektor mineral.
Ringkasan
Kementerian ESDM mencatat empat perusahaan tambang mineral dan batu bara dari 190 yang sebelumnya dibekukan izinnya, kini telah diizinkan beroperasi kembali. Hal ini terjadi setelah perusahaan-perusahaan tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan, termasuk pembayaran dana jaminan reklamasi (jamrek).
Pembekuan izin sebelumnya disebabkan kelalaian pembayaran jamrek, kewajiban fundamental bagi perusahaan tambang untuk memulihkan lahan bekas tambang. Kementerian ESDM memberi waktu 60 hari untuk menyelesaikan kewajiban jamrek, jika tidak izin operasi akan dicabut, namun kewajiban reklamasi pascatambang tetap melekat pada perusahaan.