Sponsored

Independensi BI Terancam? Revisi UU P2SK Jadi Sorotan Ekonom!

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara resmi telah mengusulkan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (P2SK). Langkah ini sontak menarik perhatian sejumlah ekonom, yang menyoroti draf revisi UU P2SK yang telah diharmonisasikan tersebut, khususnya potensi dampaknya terhadap independensi Bank Indonesia (BI).

Sponsored

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, mengungkapkan kekhawatirannya. “Tugas BI semakin kompleks. Independensinya juga akan menjadi pertanyaan banyak pihak,” ujarnya kepada Katadata.co.id pada Selasa (2/12), menggarisbawahi tantangan baru yang akan dihadapi bank sentral.

Dalam draf RUU P2SK yang diusulkan, mandat BI tidak lagi terbatas pada kebijakan moneter semata. Perannya akan diperluas untuk mendukung sektor riil, memberikan dimensi baru pada tanggung jawab bank sentral. Meskipun demikian, BI tetap mengemban tugas krusial dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan sistem pembayaran, sekaligus turut bertanggung jawab dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Titik krusial yang menjadi sorotan terletak pada Pasal 7 draf revisi UU P2SK. Pasal tersebut menyisipkan poin tambahan kedua yang menyatakan bahwa bauran kebijakan BI juga dapat menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif bagi pertumbuhan sektor riil dan penciptaan lapangan kerja. Perluasan mandat ini, menurut Wijayanto, dikhawatirkan akan memicu bias dalam arah kebijakan moneter BI, terutama terkait suku bunga, likuiditas, dan proyeksi makroekonomi. “Investor akan concern (khawatir),” tambahnya, mengindikasikan potensi gejolak di pasar keuangan.

M. Rizal Taufikurahman, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menilai bahwa perluasan mandat BI melalui revisi RUU P2SK ini berpotensi menggeser posisi BI dari strict independence (independensi ketat) menjadi constrained independence (independensi terbatas). Rizal menjelaskan bahwa dengan bertambahnya tujuan, ruang intervensi politik akan ikut melebar. Hal ini dapat membuat keputusan suku bunga BI lebih rentan dipengaruhi oleh preferensi jangka pendek pemerintah, yang pada gilirannya dapat mengikis independensi BI secara bertahap.

BI Berpotensi Lebih Toleran

Dengan adanya perluasan mandat ini, Rizal mengamati bahwa arah kebijakan BI berpotensi menjadi lebih bias. Mandat yang melebar dapat mendorong bank sentral untuk menjadi lebih akomodatif, bahkan cenderung lebih toleran terhadap inflasi demi mencapai target sektor riil. Kondisi ini, pada akhirnya, akan ditangkap oleh investor sebagai peningkatan ketidakpastian kebijakan, yang berisiko menekan nilai tukar rupiah dan mendorong imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) bergerak lebih tinggi. “Kredibilitas moneter pun menjadi taruhannya,” tegas Rizal, menyoroti implikasi serius terhadap stabilitas ekonomi makro.

Independensi BI Diuji

Dari perspektif yang berbeda, Syafruddin Karimi dari Universitas Andalas berpendapat bahwa RUU P2SK tidak serta-merta mencabut independensi BI, melainkan hanya mengubah “medan permainan.” Menurutnya, “BI tetap independen, hanya saja independensinya kini diuji di tengah mandat yang lebih politis yakni pertumbuhan dan lapangan kerja.” Dengan demikian, kualitas perlindungan hukum dan tata kelola politik akan memegang peranan penting. Kedua faktor ini akan menentukan apakah mandat baru BI ini akan memperkuat atau justru mengikis independensi bank sentral di masa mendatang.

Ringkasan

DPR mengusulkan revisi UU P2SK yang menuai sorotan ekonom terkait potensi dampaknya pada independensi BI. Revisi ini memperluas mandat BI tidak hanya pada kebijakan moneter, tetapi juga mendukung sektor riil dan penciptaan lapangan kerja. Ekonom khawatir perluasan mandat ini akan memicu bias dalam kebijakan moneter, terutama terkait suku bunga, likuiditas, dan proyeksi makroekonomi, yang berpotensi menimbulkan kekhawatiran investor.

Perluasan mandat BI berpotensi menggeser posisinya dari independensi ketat menjadi independensi terbatas, membuka ruang intervensi politik dan mempengaruhi keputusan suku bunga. Hal ini dapat membuat BI lebih toleran terhadap inflasi demi mencapai target sektor riil, yang berisiko menekan nilai tukar rupiah dan meningkatkan imbal hasil SBN. Meskipun independensi BI tidak serta-merta dicabut, mandat baru yang lebih politis menuntut kualitas perlindungan hukum dan tata kelola politik yang baik.

Sponsored