Kementerian Komunikasi dan Digital atau Komdigi mengungkap akan mengambil langkah tegas jika platform media sosial X, jika tak membayar sanksi denda administratif senilai Rp78,1 juta. Salah satu sanksi berat termasuk pencabutan izin tanda daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).
Sebelumnya, sanksi berupa denda dijatuhkan karena media yang dulu dikenal sebagai Twitter itu dianggap lalai dalam melakukan moderasi terhadap konten bermuatan pornografi yang beredar di ruang digital Indonesia.
Wakil Menteri Komdigi, Nezar Patria, mengatakan kementerian telah mengirimkan Surat Teguran Ketiga kepada X pada 8 Oktober 2025. Surat tersebut disampaikan melalui jalur komunikasi resmi yang disediakan perusahaan.
“Ini sudah surat ketiga kalau tidak salah, dan yang terakhir mereka harus membayar denda. Jadi kita tunggu,” ujar Nezar saat ditemui di kantornya, Jumat (17/10).
Baca juga:
- Purbaya Buka Blokir Anggaran Kementerian PU, Optimistis Serapan Tembus 94%
- Pemerintah Perluas Program Magang Jadi 100 Ribu Peserta, Siapkan Dana Rp 1,4 T
- Ada BLTS Kesra, Purbaya Proyeksi Ekonomi RI Tumbuh Hampir 5,7% Akhir Tahun
Ketika ditanya batas waktu pembayaran, Nezar menjelaskan bahwa Komdigi berharap X segera memberikan respons dalam waktu dekat. “Secepatnya sih. Kita lihat minggu depan ya,” katanya.
Apabila X tetap tidak memenuhi kewajibannya, pemerintah akan menindaklanjuti sesuai aturan yang berlaku.
“Sanksinya sudah diatur di peraturan menteri, mulai dari teguran tertulis sampai dengan evaluasi izin Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) jika ada ketidakpatuhan,” ujar dia.
Sanksi terhadap X didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2023 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Kominfo. Selain itu Kemenkomdigi juga merujuk Keputusan Menteri Kominfo No. 522 Tahun 2024 tentang Tata Kelola Sistem Kepatuhan Moderasi Konten (SAMAN).
Komdigi sebelumnya telah menjatuhkan denda administratif pertama kali bersamaan dengan Surat Teguran Kedua yang diterbitkan pada 20 September 2025.
Namun hingga tenggat yang ditetapkan, X belum melakukan pembayaran maupun memberikan tanggapan resmi. Nilai denda yang tercantum dalam surat ketiga merupakan akumulasi dari dua surat sebelumnya.
Duduk Perkara Sanksi untuk X
Pelaporan pelanggaran ini bermula dari temuan moderasi konten bermuatan pornografi dalam hasil pengawasan ruang digital pada 12 September 2025. Meski X sempat melakukan pemutusan akses (take-down) terhadap konten tersebut dua hari setelah diterbitkannya surat teguran kedua, kewajiban pembayaran denda tetap berlaku sesuai regulasi.
Nezar juga menyoroti bahwa hingga kini X belum memiliki kantor perwakilan maupun pejabat penghubung (narahubung) di Indonesia. Padahal, hal itu merupakan kewajiban dasar bagi setiap PSE asing sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
“Kami menganjurkan mereka untuk membuka kantor di Indonesia supaya koordinasinya lebih mudah, terutama untuk moderasi konten,” ujarnya.
Ia menambahkan, sebagian besar platform besar lain seperti TikTok telah memiliki kantor perwakilan di Indonesia, sehingga proses komunikasi dan penegakan kepatuhan dapat berjalan lebih efektif.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar mengatakan bahwa kebijakan sanksi administratif terhadap X merupakan bagian dari upaya pemerintah menjaga ruang digital nasional yang aman, sehat, dan produktif. Semua denda akan diproses melalui mekanisme resmi dan disetorkan ke kas negara yang dikelola Kementerian Keuangan.
“Kewajiban administratif seperti pembayaran denda dan penunjukan narahubung bukan formalitas, melainkan bagian penting dari tata kelola ruang digital yang sehat dan bertanggung jawab,” katanya dalam siaran pers, Senin (13/10) lalu.
Ia memastikan Komdigi akan terus mendorong seluruh platform digital, baik lokal maupun global, untuk mematuhi peraturan Indonesia dan menjalankan tanggung jawab sosial mereka dalam melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dan kelompok rentan, dari paparan konten berbahaya.
“Kami akan terus memastikan bahwa semua platform digital tunduk pada regulasi nasional dan berkontribusi menjaga ekosistem digital yang aman dan beretika,” ujar Alexander.