Sponsored

Rehabilitasi Direksi ASDP: Presiden Minta Pertimbangan MA, Kata Yusril

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, baru-baru ini secara tegas menyatakan bahwa keputusan pemberian rehabilitasi kepada tiga mantan direksi PT ASDP—yakni Direktur Utama non-aktif Ira Puspadewi, serta direktur Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono—telah sepenuhnya selaras dengan ketentuan Pasal 14 UUD 1945 dan praktik konvensi ketatanegaraan yang berlaku di Indonesia. Pernyataan ini sekaligus menyoroti legalitas dan landasan konstitusional di balik langkah penting tersebut terhadap mereka yang sebelumnya terjerat kasus korupsi.

Sponsored

Yusril Ihza Mahendra lebih lanjut menjelaskan bahwa proses ini telah melalui prosedur yang cermat dan sesuai. Sebelum menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) rehabilitasi tersebut, Presiden Prabowo telah terlebih dahulu meminta pertimbangan resmi dari Mahkamah Agung (MA). MA pun telah merespons dengan memberikan pertimbangan tertulis, sebuah langkah krusial yang menguatkan legitimasi kebijakan ini. Pertimbangan dari lembaga peradilan tertinggi tersebut, menurut Menko Hukum HAM, bahkan tercantum jelas dalam konsiderans Keppres. “Dengan demikian, dari sudut prosedur, pemberian rehabilitasi tersebut telah sesuai ketentuan Pasal 14 UUD 1945 dan praktik ketatanegaraan yang berlaku,” ungkap Yusril dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (25/11).

Dasar hukum lain yang memperkuat keputusan ini adalah status putusan pengadilan. Menko Yusril menegaskan bahwa Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili ketiga mantan direksi PT ASDP tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Status ini tercapai lantaran baik para terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mengajukan upaya banding. Dengan adanya putusan yang final dan mengikat ini, secara hukum Presiden Prabowo memiliki kewenangan penuh untuk memberikan rehabilitasi kepada mereka, sebagai bagian dari mekanisme ketatanegaraan.

Baca juga:

  • Tiga Mantan Direksi ASDP Bebas Setelah Dapat Rehabilitasi dari Prabowo
  • Breaking News: Presiden Prabowo Beri Rehabilitasi untuk Mantan Direksi ASDP
  • Kronologi Prabowo Rehabilitasi Eks Pejabat ASDP: Berawal dari Aduan ke DPR

Dampak langsung dari rehabilitasi ini sangat signifikan. Menurut Menko Yusril, ketiga direksi non-aktif PT ASDP tersebut kini tidak lagi diwajibkan menjalani pidana yang sebelumnya dijatuhkan. Lebih dari itu, pemberian Keppres Rehabilitasi ini secara fundamental memulihkan kembali kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabat mereka sebagai warga negara. Semua aspek tersebut dikembalikan ke kondisi semula, seperti sebelum mereka diadili dan dijatuhi putusan pidana oleh Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Secara otomatis, status mereka sebagai direksi non-aktif juga dipulihkan sepenuhnya, menjadikan mereka aktif kembali seperti sediakala dan menghapus stigma yang melekat.

Pemberian rehabilitasi oleh kepala negara bukanlah hal baru dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Yusril Ihza Mahendra menyoroti bahwa preseden serupa pernah terjadi, di mana Presiden BJ Habibie pada tahun 1998 memberikan rehabilitasi kepada Heru Rekso Dharsono. Selain itu, Presiden Prabowo sendiri belum lama ini juga menunjukkan langkah serupa dengan memberikan rehabilitasi kepada dua guru di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yaitu Abdul Muis dan Rasnal. Keduanya kini telah kembali aktif mengajar setelah sebelumnya menjalani pidana berdasarkan Putusan Mahkamah Agung. Hal ini menggarisbawahi bahwa tindakan Presiden Prabowo terhadap mantan direksi ASDP memiliki dasar historis dan konsisten dengan praktik yang berlaku.

Ringkasan

Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa pemberian rehabilitasi kepada tiga mantan direksi PT ASDP oleh Presiden Prabowo telah sesuai dengan Pasal 14 UUD 1945 dan praktik ketatanegaraan. Sebelum menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) rehabilitasi, Presiden Prabowo meminta pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA) yang kemudian memberikan respons tertulis.

Keputusan rehabilitasi ini didasarkan pada putusan Pengadilan Tipikor yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) karena tidak ada upaya banding dari terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum KPK. Rehabilitasi ini memulihkan kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabat para mantan direksi, serta menghilangkan kewajiban menjalani pidana dan mengembalikan status mereka seperti sebelum diadili.

Sponsored