Sponsored

Saham Pariwisata & Hotel: Peluang Liburan, Cek PJAA & CTRA!

JAKARTA – Berkah dari musim liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) kali ini diperkirakan akan lebih terbatas bagi para emiten pariwisata dan perhotelan. Analisis terbaru menunjukkan tantangan signifikan di tengah ekspektasi pasar yang kerap mengandalkan momen puncak liburan untuk mendulang keuntungan.

Sponsored

Sejumlah analis pasar menyoroti bahwa berbagai stimulus ekonomi yang telah digulirkan pemerintah dalam beberapa waktu terakhir belum tentu memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan kinerja fundamental para emiten pariwisata maupun perhotelan. Efeknya disebut-sebut belum mampu mengerek performa perusahaan secara substansial.

Situasi ini kian diperberat dengan adanya pemangkasan anggaran terhadap Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Keputusan ini dinilai akan menjadi hambatan yang cukup besar bagi pertumbuhan emiten pariwisata di Tanah Air.

Menurut BRI Danareksa Sekuritas, langkah pemangkasan anggaran Kemenparekraf tersebut justru bersifat kontraproduktif terhadap upaya penguatan emiten pariwisata. Pemangkasan ini dinilai membatasi kapasitas pemerintah dalam melaksanakan program-program strategis yang krusial untuk pengembangan sektor pariwisata. Bahkan, BRI Danareksa Sekuritas baru-baru ini menyatakan bahwa pemangkasan tersebut “berpotensi memicu kerugian ekonomi di sektor perhotelan dan restoran karena hilangnya belanja MICE pemerintah.”

Secara rinci, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah meminta Kemenparekraf untuk melakukan efisiensi anggaran sebesar Rp603,8 miliar pada tahun anggaran 2025. Hal ini mengakibatkan sisa anggaran yang dimiliki Kemenparekraf hanya sebesar Rp884,9 miliar, jauh berkurang dari alokasi awal yang mencapai Rp1,49 triliun.

Abida, seorang pengamat ekonomi, menambahkan bahwa efektivitas stimulus ekonomi pada kuartal IV/2025 akan sangat minim jika tidak dibarengi dengan skema pendanaan di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ia menekankan pentingnya sumber pendanaan alternatif seperti dana abadi pariwisata untuk menggantikan alokasi anggaran yang telah dipangkas agar dampaknya terhadap emiten pariwisata bisa terasa lebih optimal.

Di sisi lain, KISI Sekuritas memiliki pandangan bahwa stimulus ekonomi memang dapat memicu sentimen positif bagi emiten pariwisata, khususnya di destinasi-destinasi prospektif. Namun, KISI Sekuritas menilai bahwa pengaruhnya terhadap laba perusahaan tidak akan signifikan. Mereka menyatakan bahwa efek stimulus ekonomi lebih condong sebagai sentimen positif bagi pasar, bukan sebagai penggerak utama kinerja fundamental emiten pariwisata. “Efeknya terutama untuk destinasi besar seperti Bali, Jogja, dan Labuan Bajo. Tapi pengaruhnya tidak langsung besar ke laba, tetapi lebih ke arah sentimen positif, bukan game changer,” jelas KISI Sekuritas.

Menyikapi kondisi pasar yang fluktuatif ini, BRI Danareksa Sekuritas telah merilis beberapa rekomendasi saham pariwisata. Mereka merekomendasikan saham PT Ciputra Development Tbk. (CTRA) dengan target harga optimistis di Rp1.600 per lembar. Selain itu, rekomendasi akumulasi jangka pendek juga diberikan untuk PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PJAA), PT MNC Tourism Indonesia Tbk. (KPIG), dan PT Multi Indocitra Tbk. (MICE).

Sementara itu, KISI Sekuritas menawarkan pilihan investasi lain dengan merekomendasikan saham PT Bukit Uluwatu Villa Tbk. (BUVA), PT Island Concepts Indonesia Tbk. (ICON), dan PT Panorama Sentrawisata Tbk. (PANR). Pilihan ini didasarkan pada tingkat likuiditas yang dianggap cukup tinggi serta valuasi yang masih terjangkau.

Dari sudut pandang Kiwoom Sekuritas, saham-saham seperti CTRA, PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA), dan PT Pakuwon Jati Tbk. (PWON) dianggap sebagai pilihan yang relatif aman. Alasannya adalah likuiditas saham yang tinggi serta sumber pendapatan emiten tersebut yang tidak semata-mata bergantung pada bisnis perhotelan. Meskipun demikian, Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia, pada Senin (1/12/2025) mengungkapkan, untuk investasi yang lebih sensitif terhadap musim liburan, nama PJAA sering kali disebut sebagai “play taktis” karena lonjakan traffic di taman rekreasi dan resort. Namun, Liza memperingatkan bahwa saham PJAA memiliki risiko yang lebih besar karena sifatnya yang kurang likuid dan laporan keuangan yang “tidak sekinclong peers”.

Meski prospek sektor ini secara umum terkesan menantang, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PJAA) menunjukkan optimisme. Direktur Pembangunan Jaya Ancol, Daniel Nainggolan, menargetkan kunjungan sebanyak 750.000 hingga 800.000 pengunjung selama pekan libur Nataru 2025. Menurut Daniel, pendapatan dari musim liburan ini diprediksi mampu menyumbang sekitar 10% terhadap total pendapatan perseroan. Optimisme ini muncul di tengah lesunya kinerja keuangan Ancol hingga September 2025, menjadikan momentum Nataru sebagai peluang penting untuk mencapai target keuangan yang telah ditetapkan. “Ancol menargetkan 750.000 sampai 800.000 pengunjung di pekan libur Nataru 2025. Pendapatan tersebut diproyeksikan memberikan kontribusi sekitar 10% terhadap pendapatan perseroan,” ujar Daniel kepada Bisnis, Senin (1/12/2025).

Disclaimer: Berita ini disajikan hanya sebagai informasi dan tidak bertujuan untuk mengajak membeli atau menjual saham. Setiap keputusan investasi sepenuhnya berada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi yang diambil pembaca.

Ringkasan

Meskipun musim liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) sering diharapkan memberikan berkah bagi emiten pariwisata dan perhotelan, analisis terbaru menunjukkan tantangan signifikan, termasuk pemangkasan anggaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang berpotensi menghambat pertumbuhan sektor ini. Stimulus ekonomi yang ada dinilai belum tentu memberikan dampak signifikan terhadap kinerja fundamental perusahaan, dengan efek yang lebih terasa sebagai sentimen positif pasar daripada penggerak utama laba.

BRI Danareksa Sekuritas merekomendasikan saham PT Ciputra Development Tbk. (CTRA), sementara KISI Sekuritas menawarkan pilihan investasi lain seperti PT Bukit Uluwatu Villa Tbk. (BUVA). PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PJAA) menargetkan peningkatan kunjungan signifikan selama libur Nataru, dengan harapan dapat berkontribusi sekitar 10% terhadap total pendapatan perseroan, meskipun diakui memiliki risiko lebih tinggi karena likuiditas yang kurang dan laporan keuangan yang kurang memuaskan.

Sponsored