Sponsored

Utang Pinjol RI Mengkhawatirkan: Tembus Rp 90 Triliun!

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan pertumbuhan signifikan pada sektor pembiayaan pinjaman online (pinjol) serta Buy Now Pay Later (BNPL) hingga kuartal ketiga tahun 2025. Data terbaru menunjukkan outstanding pembiayaan industri pinjol mencapai Rp 90,99 triliun, sebuah peningkatan impresif sebesar 22,16% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sponsored

Meskipun terjadi lonjakan penyaluran pembiayaan, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menegaskan bahwa tingkat risiko kredit secara agregat tetap terjaga. “Tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) berada di posisi 2,82 persen,” ujar Agusman dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) Oktober 2025 di Jakarta, Jumat (8/11). Angka ini menunjukkan bahwa industri masih dalam kondisi yang terkendali.

Fenomena pertumbuhan outstanding tidak hanya terjadi pada pinjol, tetapi juga merambah ke segmen Buy Now Pay Later (BNPL). OJK mencatat bahwa total outstanding produk PayLater yang disalurkan oleh perbankan dan perusahaan pembiayaan telah mencapai Rp 35,17 triliun. Angka ini mencerminkan tingginya minat masyarakat terhadap fasilitas pembayaran tunda.

Rincian lebih lanjut menunjukkan bahwa penyaluran PayLater di sektor perbankan naik 25,46% secara tahunan, mencapai Rp 24,86 triliun. Sementara itu, penyaluran di perusahaan pembiayaan menunjukkan pertumbuhan yang jauh lebih pesat, melesat 88,65% menjadi Rp 10,31 triliun. Ini mengindikasikan bahwa perusahaan pembiayaan semakin gencar dalam merambah pasar BNPL.

Secara keseluruhan, OJK juga mengamati bahwa piutang pembiayaan pada perusahaan pembiayaan tumbuh 1,07% (yoy), mencapai Rp 507,14 triliun per September 2025. Pertumbuhan ini didukung oleh peningkatan pembiayaan modal kerja sebesar 10,61%. Profil risiko perusahaan juga terpantau stabil, dengan rasio pembiayaan bermasalah bruto (Non Performing Financing/NPF gross) sebesar 2,47% dan NPF net sebesar 0,84% per September 2025.

Agusman menambahkan bahwa kesehatan finansial perusahaan pembiayaan juga tercermin dari rasio kewajiban terhadap modal. “Gearing Ratio perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 2,17 kali dan berada di bawah batas maksimum sebesar 10 kali,” jelas Agusman, menandakan posisi keuangan yang kuat dan terjaga.

Meski demikian, OJK terus melakukan pengawasan ketat terhadap kepatuhan industri. Agusman mengungkapkan bahwa saat ini terdapat tiga dari 145 perusahaan pembiayaan (PP) yang belum memenuhi ketentuan kewajiban ekuitas minimum Rp100 miliar. Selain itu, delapan dari 95 penyelenggara pinjaman daring/online (pindar/pinjol) juga belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum Rp12,5 miliar. Ini menjadi fokus perhatian regulator untuk menjaga stabilitas sektor.

Menyikapi hal tersebut, seluruh penyelenggara pinjol yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum telah menyampaikan rencana aksi (action plan) kepada OJK. Rencana ini mencakup berbagai langkah strategis, seperti penambahan modal disetor oleh pemegang saham eksisting, pencarian investor strategis, dan/atau upaya merger dengan penyelenggara Pindar lain. OJK berkomitmen penuh untuk mengawal implementasi rencana aksi ini.

OJK terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan berdasarkan progres action plan upaya pemenuhan kewajiban ekuitas minimum dimaksud,” tegas Agusman, menunjukkan konsistensi dalam penegakan regulasi.

Sebagai bentuk komitmen terhadap tata kelola yang baik, selama Oktober 2025, OJK telah mengenakan sanksi administratif kepada sejumlah lembaga keuangan. Sanksi diberikan kepada 10 Perusahaan Pembiayaan, 2 Perusahaan Modal Ventura, 25 Penyelenggara Pindar, 1 Lembaga Keuangan Khusus, dan 1 Lembaga Keuangan Mikro. Sanksi ini dikenakan atas pelanggaran terhadap Peraturan OJK (POJK) yang berlaku, serta hasil pengawasan dan/atau tindak lanjut pemeriksaan. Total sanksi administratif tersebut terdiri dari 26 sanksi denda dan 47 sanksi peringatan tertulis.

Agusman menekankan bahwa upaya penegakan kepatuhan dan pengenaan sanksi ini memiliki tujuan mulia. Hal ini dilakukan untuk mendorong pelaku industri sektor pembiayaan, ventura, mikro, dan lembaga jasa keuangan lainnya (PVML) agar meningkatkan aspek tata kelola yang baik, kehati-hatian, dan pemenuhan terhadap ketentuan yang berlaku. Dengan demikian, diharapkan mereka dapat berkinerja lebih baik dan memberikan kontribusi yang optimal bagi perekonomian nasional.

Ringkasan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa outstanding pembiayaan industri pinjol di Indonesia mencapai Rp 90,99 triliun pada kuartal ketiga 2025, meningkat 22,16% dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan juga terjadi pada segmen Buy Now Pay Later (BNPL) dengan total outstanding Rp 35,17 triliun, menunjukkan minat masyarakat yang tinggi terhadap fasilitas pembayaran tunda. Meskipun demikian, OJK menegaskan bahwa tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) masih terkendali di angka 2,82 persen.

OJK terus melakukan pengawasan ketat terhadap industri, termasuk pemenuhan kewajiban ekuitas minimum oleh perusahaan pembiayaan dan pinjol. Beberapa perusahaan belum memenuhi persyaratan ekuitas minimum dan telah menyampaikan rencana aksi kepada OJK. Sebagai bentuk penegakan regulasi, OJK juga telah mengenakan sanksi administratif kepada sejumlah lembaga keuangan yang melanggar peraturan yang berlaku, dengan tujuan mendorong tata kelola yang baik dan kehati-hatian dalam industri.

Sponsored