Suara lava yang terdengar sudah bagaikan musik bagi telinga para ahli vulkanologi. Suara bergemuruh dan sendawa yang bergema bisa membantu para ahli untuk mengungkapkan apa yang sedang terjadi jauh di dalam perut gunung berapi.
Dengan menempatkan telinga ke gunung berapi Kilauea di Hawaii telah memungkinkan para peneliti untuk melacak suhu magma dan juga migrasi gas vulkanik ketika mereka menggelembung ke permukaan. Temuan ini telah mengungkapkan sesuatu yang tak terduga mengenai letusan gunung berapi yang terkenal pada 2018 lalu.
“Ini adalah pandangan baru tentang dinamika gunung berapi yang sangat populer,” kata ilmuwan bumi Leif Karlstrom dari University of Oregon, dilansir dari Sciencealert, Ahad (5/6/2022).
“Orang-orang bisa berdiri di dekat tepi danau lava dan mengunjungi aliran lava yang keluar. Tapi di bawah permukaan, masih banyak lagi yang terjadi.”
Selama 10 tahun, antara tahun 2008 dan 2018, gunung berapi Kīlauea telah mengalami letusan lava yang lembut hampir secara terus-menerus. Kemudian, tiba-tiba, dua lusin ventilasi di atas zona retakan timur meledak, menembakkan air mancur batu cair ke udara.
Letusan tersebut diikuti dengan keheningan selama beberapa tahun, sampai pada September 2021, saat aliran lava mulai lagi. Kīlauea sering dikatakan sebagai gunung berapi yang paling aktif di dunia, dan sebagian keributan tersebut berasal dari dalam kawah Halema’uma’u. Kawah ini berada di puncak gunung berapi yang dalamnya berisi danau lava.
Danau lava dianggap secara terus-menerus diisi oleh ruang magma bawah tanah. Akan tetapi, bagaimana dinamika yang lebih dalam itu bekerja selagi sebagian besar masih belum diketahui.
Dengan menempatkan sensor seismik di sekitar kawah, para peneliti berharap dapat menembus jurang panas yang mendidih. Teknik yang mereka gunakan ini hampir sama dengan mendengarkan nada yang dibuat oleh botol yang setengah terisi ketika kalian mengetuknya. Seperti halnya botol, getaran yang berdering melalui gunung berapi juga tergantung pada isinya.
“Begitu ada sesuatu yang secara fisik mengganggu ruang magma atau danau lava, itu akan tumpah, dan kita dapat mengukurnya dengan seismometer,” tutur ahli geofisika Josh Crozier, juga dari University of Oregon.
“Selama letusan selama satu dekade ini, kami mendeteksi puluhan ribu peristiwa semacam itu. Kami menggabungkan data ini dengan model proses berbasis fisika yang menciptakan sinyal-sinyal ini.”
Para peneliti masih belum yakin apa arti dari suara-suara tersebut, namun mereka berharap untuk mempelajari ‘lagu’ Kīlauea sehingga mereka bisa memprediksi dengan lebih baik kapan gunung berapi akan meletus lagi secara eksplosif. Tanpa harus melakukan pengukuran langsung dari danau lava itu sendiri, tim sudah dapat melacak gelembung gas dan perubahan suhu selama delapan tahun aktif.
Tapi anehnya, tepat sebelum erupsi 2018, penulis tidak melihat adanya sebuah tanda-tanda masuknya magma ke dalam danau lava tersebut. Suhu dan kimia dari danau lava sebagian besar konsisten pada tahun 2018. Tak ada yang berubah secara dramatis sebelum letusan.
Ini berarti bahwa mungkin masuknya magma bukanlah pemicu dari ledakan, seperti yang pernah dipikirkan oleh para ilmuwan. Alih-alih ruang magma bawah tanah memberi makan danau lava hingga tekanan yang cukup tinggi tercapai, nampaknya terjadinya ledakan itu karena benar-benar dari proses yang berlawanan.
Nampaknya Lava telah terkuras keluar dari sistem utama dan telah menyebar ke arah timur melalui terowongan bawah tanah sepanjang 10 kilometer. Hal ini yang kemungkinan memicu letusan keretakan timur besar, yang pada akhirnya menghancurkan 700 rumah dan menelantarkan lebih dari 2.000 orang.
Mungkin, Kīlauea merupakan salah satu gunung berapi yang paling banyak dipelajari di dunia, tetapi pipa salurannya masih menjadi misteri. Para peneliti masih belum sepenuhnya memahami sifat sebenarnya dari danau lava gunung berapi, zona retakannya, ataupun sumber magma bawah tanahnya. Suara lava yang dalam dan bergema suatu hari nanti bisa membantu kita mendengar apa yang tidak dapat kita lihat.