Sponsored

Arah Saham INET, CBRE hingga GMFI di Tengah Persiapan Rights Issue

Babaumma – , JAKARTA — Menjelang akhir tahun, dinamika pasar modal Indonesia diwarnai oleh gelombang aksi korporasi Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau yang lebih dikenal sebagai rights issue. Sejumlah emiten bersiap menghimpun dana segar, termasuk PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk. (INET) dan PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk. (GMFI). Di tengah hiruk pikuk persiapan rights issue ini, pergerakan harga saham para emiten menunjukkan pola yang beragam, menarik perhatian para pelaku pasar dan investor.

Sponsored

PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk. (INET) menjadi sorotan utama dengan rencana PMHMETD I yang terbilang jumbo, berpotensi menghimpun dana segar maksimal Rp3,2 triliun. Dalam aksi korporasi strategis ini, INET akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 12,8 miliar saham baru dengan harga pelaksanaan Rp250 per saham. Bagi investor yang berminat, tanggal terakhir perdagangan saham dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau cum-right di pasar reguler dan negosiasi ditetapkan pada Selasa, 25 November 2025. Sementara itu, tanggal cum-right di pasar tunai akan jatuh pada 27 November 2025.

Tidak hanya INET, PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk. (GMFI), anak usaha PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA), juga akan melaksanakan rights issue. Perseroan berencana menawarkan hingga 90,05 miliar saham baru Seri B. Partisipasi signifikan datang dari PT Angkasa Pura Indonesia (API), yang akan menyuntikkan modal berupa aset inbreng —lahan seluas 972.123 meter persegi di kompleks GMF, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang— senilai Rp5,6 triliun. Adapun tanggal efektif pernyataan pendaftaran HMETD GMFI dijadwalkan pada 8 Desember 2025, dengan periode pelaksanaan HMETD antara 22 Desember 2025 hingga 6 Januari 2026.

Gelombang aksi PMHMETD juga dirancang oleh sejumlah emiten lain yang tak kalah menarik. Emiten properti milik konglomerat Hermanto Tanoko, PT Jaya Sukses Makmur Sentosa Tbk. (RISE), mengumumkan akan menerbitkan hingga 1,33 miliar saham baru dalam rights issue-nya. Kemudian, PT Cakra Buana Resources Energi Tbk. (CBRE), penyedia jasa pelayaran, mengagendakan rights issue dengan target maksimal 48 miliar saham. Sementara itu, PT Panca Global Kapital Tbk. (PEGE) juga bersiap meluncurkan rights issue sebanyak 944,47 juta saham.

Tak ketinggalan, PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI), kongsi antara Agung Sedayu dan Grup Salim, berambisi menghimpun dana segar hingga Rp16,7 triliun melalui penerbitan sebanyak-banyaknya 1,21 miliar saham baru dalam aksi rights issue. Meskipun sebelumnya PANI telah menjadwalkan tanggal efektif pelaksanaan pada 17 November 2025 dan tanggal pencatatan HMETD di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 1 Desember 2025, perseroan telah mengumumkan perubahan rencana jadwal rights issue-nya itu melalui keterbukaan informasi, yang detailnya akan disampaikan menyusul.

Di tengah semangat gelaran rights issue yang marak, kinerja saham-saham emiten ini menunjukkan dinamika yang kontras. Beberapa saham bahkan berhasil mencatatkan lonjakan harga signifikan atau status multibagger, menunjukkan optimisme pasar terhadap prospek masa depan mereka. Namun, tidak sedikit pula yang harus mengalami koreksi harga.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham INET, yang pada Selasa (25/11/2025) sempat terkena suspensi, telah menunjukkan performa luar biasa dengan melesat 1.063,79% sepanjang tahun berjalan (year-to-date/ytd) ke level Rp675 per lembar. Kinerja gemilang juga ditunjukkan oleh saham RISE yang melonjak 1.151,22% ytd hingga mencapai Rp12.825 per lembar. Bahkan, saham CBRE mencatatkan kenaikan fantastis sebesar 5.452,63% ytd, bertengger di level Rp1.055 per lembar. Sementara itu, saham GMFI, meskipun sempat stagnan di Rp81 sejak Kamis (20/11/2025), secara ytd masih menguat 65,31%. Saham PEGE pun tak kalah menarik dengan kenaikan 65,77% ytd menuju Rp184 per lembar. Namun, tidak semua emiten bernasib sama; saham PANI justru terpantau lesu, mengalami penurunan 13,21% ytd ke level Rp13.900 per lembar, meskipun tengah merancang rights issue.

Peluang Serapan Rights Issue

Mengenai potensi penyerapan rights issue, Senior Equity Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, menyatakan optimismenya. Menurutnya, aksi korporasi yang dilakukan oleh emiten seperti INET, PEGE, RISE, hingga GMFI memiliki peluang serapan yang besar. Hal ini didukung oleh harga eksekusi yang kompetitif serta narasi penggunaan dana yang transparan, meliputi ekspansi teknologi, restrukturisasi, hingga penguatan modal kerja. “Dukungan pemegang saham mayoritas serta momentum pergerakan harga sebelum aksi korporasi juga menjadi katalis tambahan yang kuat,” ujar Sukarno kepada Bisnis pada Selasa (25/11/2025). Ia menambahkan bahwa pemulihan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan masuknya arus dana asing turut meningkatkan minat investor, menciptakan peningkatan risk appetite dan likuiditas di pasar, meskipun dengan selektivitas tinggi yang mengutamakan emiten berfundamental kuat dan prospek bisnis jelas.

Khusus untuk INET, Kiwoom Sekuritas Indonesia sangat optimistis terhadap prospek rights issue dalam mendukung ekspansi masif perseroan. Aksi ini diyakini akan memperkuat struktur permodalan, memperluas jaringan infrastruktur digital, dan mempercepat penciptaan pendapatan berulang (recurring income) di seluruh lini bisnis strategis INET. Meskipun Kiwoom Sekuritas Indonesia memberikan peringkat “buy” untuk INET dengan target harga yang telah tercapai di Rp620 per lembar, Sukarno juga mengingatkan akan adanya tantangan. Tantangan tersebut meliputi eksekusi rights issue, tekanan margin akibat belanja modal yang tinggi dan monetisasi yang lambat, serta ketergantungan pada dukungan kebijakan pemerintah.

Pandangan serupa namun dengan penekanan pada selektivitas investor juga disampaikan oleh Associate Director Pilarmas Investindo, Maximilianus Nicodemus. Ia menjelaskan bahwa serapan pasar terhadap aksi korporasi rights issue akan sangat bergantung pada fundamental perusahaan, valuasi, sektor bisnis, dan terutama tujuan dari rights issue itu sendiri. “Pelaku pasar dan investor cenderung akan sangat selektif dalam menyerap rights issue tersebut, mengingat dampaknya terhadap kinerja keuangan perusahaan,” kata Nicodemus kepada Bisnis pada Selasa (25/11/2025). Ia menekankan, jika tujuan utama rights issue adalah ekspansi, investor akan menganalisis seberapa cepat perusahaan mampu menghasilkan pendapatan (generate revenue) dari ekspansi tersebut dan seberapa besar dampak positif yang akan diberikan terhadap perusahaan secara keseluruhan.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Ringkasan

Menjelang akhir tahun, beberapa emiten di pasar modal Indonesia bersiap melakukan rights issue (PMHMETD) untuk menghimpun dana segar. Di antaranya adalah PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk. (INET) yang berencana menghimpun Rp3,2 triliun, serta PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk. (GMFI) yang akan menerima suntikan modal berupa aset inbreng dari PT Angkasa Pura Indonesia (API) senilai Rp5,6 triliun.

Selain INET dan GMFI, emiten lain seperti PT Jaya Sukses Makmur Sentosa Tbk. (RISE), PT Cakra Buana Resources Energi Tbk. (CBRE), PT Panca Global Kapital Tbk. (PEGE), dan PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI) juga merencanakan rights issue. Kinerja saham-saham emiten ini bervariasi, dengan beberapa mencatatkan kenaikan signifikan (multibagger), sementara yang lain mengalami koreksi harga. Analis memprediksi peluang serapan rights issue cukup besar, didukung harga eksekusi kompetitif dan penggunaan dana yang transparan.

Sponsored