Sponsored

BI Rilis Operasi Moneter Yuan & Yen: Apa Dampaknya?

Bank Indonesia (BI) mengambil langkah strategis untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dan memperdalam pasar valuta asing (valas) domestik. Rencana ambisius ini melibatkan perluasan operasi moneter melalui penggunaan instrumen spot dan swap, khususnya dalam mata uang yuan Cina (CNY) dan yen Jepang (JPY).

Sponsored

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, menjelaskan bahwa inisiatif pembukaan instrumen operasi moneter baru ini didorong oleh tingginya permintaan terhadap kedua mata uang tersebut. Secara khusus, ia menyoroti peningkatan signifikan dalam transaksi Local Currency Transaction (LCT) antara Indonesia dan Tiongkok.

Destry merinci bahwa nilai transaksi LCT dengan Tiongkok dapat mencapai US$1 miliar setiap bulan, setara dengan sekitar Rp16,73 triliun. Tantangan muncul karena selama ini, bank-bank di Indonesia kerap mengalami kesulitan dalam memperoleh renminbi atau CNY untuk memfasilitasi transaksi tersebut. Melalui perluasan instrumen operasi moneter ini, BI berharap dapat secara efektif mengurangi ketergantungan dan tekanan terhadap dolar AS. Data BI menunjukkan bahwa per Oktober 2025, transaksi LCT telah melonjak 1,6 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, dengan jumlah pesertanya yang meroket dari 5.053 di tahun 2024 menjadi 15.473.

Baca juga:

  • Bos BI Sebut Peluang Pemangkasan Suku Bunga Masih Ada, Dua Hal jadi Pertimbangan
  • Bank Masih Lambat Turunkan Bunga Kredit, BI Ungkap Penyebabnya

Rupiah Masih Tertekan

Namun, di tengah upaya diversifikasi ini, Bank Indonesia juga mengakui bahwa nilai tukar rupiah masih menghadapi tekanan signifikan. Gubernur BI, Perry Warjiyo, melaporkan bahwa pada 18 November 2025, rupiah tercatat melemah 0,69% dibandingkan akhir Oktober 2025, berada di level Rp16.735 per dolar AS.

Pelemahan rupiah ini sejalan dengan tren pergerakan mata uang di tingkat regional dan di antara negara mitra dagang utama Indonesia. Demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, Perry menegaskan bahwa BI telah aktif menempuh serangkaian langkah intervensi. Ini mencakup intervensi di pasar spot dan pasar Non-Deliverable Forward (NDF), baik di segmen off-shore maupun on-shore (DNDF), serta melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Selain intervensi langsung, stabilitas nilai tukar rupiah turut didukung oleh peningkatan konversi valuta asing ke rupiah dari para eksportir, khususnya setelah penerapan kebijakan penguatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA). Tambahan pasokan valas dari korporasi juga berperan penting dalam menjaga agar nilai tukar rupiah tetap terkendali.

Ringkasan

Bank Indonesia (BI) memperluas operasi moneter dengan instrumen spot dan swap dalam mata uang yuan (CNY) dan yen (JPY) untuk memperkuat stabilitas rupiah dan memperdalam pasar valas domestik. Inisiatif ini dilatarbelakangi oleh tingginya permintaan terhadap kedua mata uang, terutama terkait transaksi Local Currency Transaction (LCT) dengan Tiongkok yang mencapai US$1 miliar per bulan.

Meskipun demikian, rupiah masih mengalami tekanan, melemah 0,69% dibandingkan akhir Oktober 2025. BI melakukan intervensi di pasar spot dan NDF serta pembelian SBN untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Stabilitas juga didukung oleh peningkatan konversi valuta asing ke rupiah dari eksportir setelah penerapan kebijakan penguatan DHE SDA.

Sponsored