
Babaumma – , JAKARTA – Memasuki kuartal IV 2025 ini terdapat pola rotasi saham-saham dari konglomerasi ke saham blue chip. Sementara itu, per kuartal III/2025 emiten-emiten terafiliasi konglomerasi Grup Djarum mayoritas menunjukkan performa fundamental yang cukup positif.
Analis Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan menilai, dari sisi fundamental grup, diversifikasi bisnis yang luas menjadi kekuatan utama yang menjaga stabilitas portofolio konglomerasi Grup Djarum.
Menurutnya, kinerja PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan anak usaha di sektor keuangan tetap menjadi penopang utama valuasi Grup Djarum secara keseluruhan.
: Grup Djarum Blibli (BELI) Beberkan Alasan Penyesuaian Organisasi
“Terkait tren rotasi aset dari saham konglomerasi ke blue chip berfundamental kuat, Grup Djarum sejatinya termasuk dalam kategori yang tetap diminati,” kata Ekky kepada Bisnis, Kamis (6/11/2025).
Dalam periode ini, BBCA membukukan laba bersih Rp43,4 triliun, atau tumbuh 5,7% secara year on year (YoY) dibanding laba bersih Januari-September 2024 Rp41,1 triliun.
: : Grup Djarum Blibli (BELI) Lakukan Penyesuaian Organisasi, 270 Karyawan Terdampak
Selain sektor keuangan, emiten Grup Djarum yang juga menunjukkan performa apik sepanjang Januari-September 2025 adalah emiten menara PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR).
TOWR membukukan pertumbuhan laba bersih 4,41% YoY menjadi Rp2,55 triliun. Pertumbuhan ini selaras dengan kinerja top line yang membaik, di mana pendapatan perseroan per kuartal III/2025 tumbuh 2,52% YoY menjadi Rp9,68 triliun.
: : Prospek Saham SSIA, Portofolio Anyar Bos Djarum Hartono Bersaudara Usai Rilis Rapor Kuartal III/2025
“Investor besar cenderung tetap mempertahankan eksposur pada saham-saham seperti BBCA dan TOWR karena karakternya yang defensif, likuid, dan konsisten memberikan return di atas rata-rata,” ujar Ekky.
Berbeda dengan BBCA dan TOWR, emiten Grup Djarum lainnya dari sektor teknologi dan ritel membukukan kinerja negatif.
PT Global Digital Niaga Tbk. (BELI) atau Blibli sepanjang Januari-September 2025 membukukan rugi bersih senilai Rp1,84 triliun. Meski begitu, rugi ini menyusut 1,61% YoY dibanding rugi bersih periode yang sama 2024 senilai Rp1,87 triliun.
Nasib serupa juga dialami oleh emiten grup perusahaan lainnya, PT Supra Boga Lestari Tbk. (RANC). Bahkan, torehan rugi bersih yang dibukukan perusahaan hingga akhir September 2025 berbalik dari kinerja laba bersih pada periode yang sama tahun lalu, yakni dari laba bersih Rp45,80 miliar menjadi rugi bersih Rp40,25 miliar.
“Saham-saham teknologi di bawah grup seperti BELI dan RANC mungkin masih menghadapi tekanan jangka pendek, tetapi bisa menjadi opsi pertumbuhan jangka panjang seiring perbaikan profitabilitas ekosistem mereka,” tandasnya.
Sebelumnya, Stockbit Sekuritas mencatat sejak pertengahan Oktober 2025 hingga awal November 2025 terjadi rotasi saham-saham konglomerasi ke saham-saham blue chip.
Sekuritas mencatat, sejak penutupan bursa 16 Oktober 2025 hingga penutupan 3 November 2025, saham–saham blue chip mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan, terefleksi pada penguatan indeks LQ45 sebesar 8% dibandingkan IHSG sebesar 2%.
“Kami melihat kenaikan harga saham–saham blue chip masih dalam fase awal dan berpotensi melanjutkan penguatannya setidaknya hingga akhir 2025,” tulis riset tersebut.
Sekuritas mencatat beberapa faktor yang membuat saham blue chip kembali menarik pasar. Pertama, kinerja emiten-emiten pada kuartal III/2025 tidak seburuk kuartal II/2025.
Kedua, tanda-tanda perbaikan ekonomi mulai terlihat. Beberapa indikator data makro ekonomi antara lain seperti peningkatan uang beredar (M2) pada September 2025 tumbuh 8% YoY, dan menjadi pertumbuhan dalam 4 bulan beruntun.
Kemudian, pertumbuhan kredit di bulan yang sama juga meningkat 7,2% YoY, atau menjadi peningkatan dalam dua bulan beruntun. Selain itu, purchasing managers index (PMI) manufaktur Indonesia pada Oktober 2025 naik menjadi 51,2 dibanding September 2025 di level 50,4).
Ketiga, pasar mencatat adanya investor asing yang kembali masuk ke Indonesia. Pada 17 Oktober sampai 3 November 2025, IHSG mencatatkan net foreign inflow sebesar Rp7,2 triliun rupiah pada pasar reguler, dengan hanya 2 dari 12 hari perdagangan IHSG yang mencatatkan outflow.
“Kami menilai bahwa kenaikan harga saham blue chip masih dalam fase awal. Dengan tren perbaikan ekonomi yang sedang berlangsung didorong percepatan belanja pemerintah pada akhir tahun dan tren penurunan suku bunga, kami menilai foreign inflow masih berpotensi berlanjut, yang akan mendorong penguatan harga saham lanjutan,” tandas Stokbit Sekuritas.
Sementara itu, berdasarkan data Ajaib Sekuritas, pada penutupan pasar hari ini, Kamis (6/11/2025) saham konglomerasi Djarum terpangkas 0,32% atau 200 poin. BBCA ditutup melemah 1,72% ke Rp8.550, RANC turun 3,37% ke Rp860, dan TOWR turun 0,93% ke Rp535.
Sedangkan, BELI ditutup menguat 7,32% ke Rp440 dan HEAL menguat 3,86% ke Rp1.480.
Sementara jika dibandingkan dengan konglomerasi lainnya, pertumbuhan terbesar dipimpin emiten terafiliasi Happy Hapsoro yang menguat 6,42% atau 1.222 poin. Penguatan didorong oleh seluruh saham afiliasi, di antaranya RAJA dan RATU yang masing-masing menguat 5,38% ke Rp4.310 dan 5,85% ke Rp8.600.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.