Pemerintah tengah berupaya mengurangi beban subsidi listrik yang terus membengkak. Salah satu strategi yang diusung adalah pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) yang lebih ekonomis. Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkapkan bahwa pemerintah sedang mengeksplorasi berbagai alternatif pembangkit listrik yang mampu menekan biaya produksi. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menjadi salah satu fokus utama.
Pemerintah, menurut Purbaya, tengah meneliti teknologi PLTS terbaru yang menawarkan efisiensi dan harga yang lebih terjangkau. Selain PLTS, sumber EBT lain yang lebih murah juga sedang dipertimbangkan sebagai solusi jangka panjang. Diskusi mengenai pengurangan subsidi listrik ini telah dibahas dalam rapat terbatas bersama Presiden di Hambalang, Bogor, pada Rabu, 18 September 2025.
“Waktu di Hambalang kemarin ada diskusi tentang program pengurangan subsidi listrik, utamanya dengan penggunaan PLTS,” jelas Purbaya di Istana Merdeka Jakarta, Jumat (19/9). Ia menekankan bahwa meskipun pemanfaatan PLTS menjadi prioritas, pengurangan subsidi tidak akan dilakukan secara instan. Hal ini dikarenakan harga listrik dari PLTS saat ini masih relatif tinggi dibandingkan sumber energi konvensional.
“Belum, kalau pengurangan subsidi maunya hilang semua. Tapi kan tidak semudah itu, sedang dikembangkan teknologi dan dicari supaya lebih murah lagi,” ungkap Purbaya. Pemerintah fokus pada pengembangan teknologi dan pencarian solusi yang lebih ekonomis sebelum melakukan pengurangan subsidi secara signifikan.
Tinjau Rancangan Proyek PLTS
Lebih lanjut, Purbaya menjelaskan bahwa pemerintah telah meninjau sejumlah rancangan proyek PLTS, termasuk pembangunan baterai dan panel surya. Ia menyatakan kesiapan pemerintah untuk membiayai proyek-proyek besar yang terbukti mampu menghasilkan listrik lebih murah dan berkontribusi pada pengurangan subsidi dalam jangka panjang. “Kalau investasi besar tapi betul-betul menghasilkan listrik yang lebih murah, yang bisa mengurangi subsidi dalam beberapa puluh tahun ke depan, saya tidak akan ragu untuk membiayainya,” tegasnya.
Sebagai gambaran, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan anggaran subsidi listrik tahun 2025 mencapai Rp 90,32 triliun, meningkat 3% atau Rp 2,6 triliun dari target APBN 2025 sebesar Rp 87,72 triliun. Kenaikan ini dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak mentah Indonesia (ICP), kurs, dan inflasi. Besarnya nilai subsidi listrik memang terus meningkat dalam lima tahun terakhir, dari Rp 47,99 triliun pada 2020 menjadi Rp 77,05 triliun pada 2024, menunjukkan urgensi pencarian solusi alternatif yang lebih berkelanjutan.
Ringkasan
Pemerintah berupaya mengurangi subsidi listrik yang terus membengkak dengan mengeksplorasi energi baru terbarukan (EBT), khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Penelitian teknologi PLTS yang lebih efisien dan terjangkau sedang dilakukan untuk menekan biaya produksi listrik. Pengurangan subsidi tidak akan instan karena harga listrik PLTS masih relatif tinggi dibanding energi konvensional.
Pemerintah meninjau rancangan proyek PLTS, termasuk pembangunan baterai dan panel surya, dan siap mendanai proyek besar yang terbukti menghasilkan listrik lebih murah dalam jangka panjang. Anggaran subsidi listrik tahun 2025 diproyeksikan mencapai Rp 90,32 triliun, meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga pencarian solusi alternatif menjadi sangat penting.