Jelang pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada Rabu, 17 September, sejumlah ekonom memprediksi suku bunga acuan (BI-Rate) akan tetap bertahan di angka 5 persen. Konsensus ini didasari pada beberapa pertimbangan kunci terkait stabilitas ekonomi makro dan dampak kebijakan moneter yang telah diterapkan.
Andry Asmoro, Chief Economist Bank Mandiri, menjelaskan bahwa BI akan fokus pada evaluasi transmisi kebijakan moneter terhadap suku bunga simpanan dan kredit sebelum memutuskan perubahan BI-Rate. “Pandangan kami adalah BI-Rate tetap 5 persen. BI akan lebih dulu menilai efektivitas kebijakan moneter yang telah diterapkan,” ungkap Andry kepada Antara.
Senada dengan Bank Mandiri, Myrdal Gunarto, Global Markets Economist Maybank Indonesia, berpendapat mempertahankan BI-Rate di level 5 persen krusial untuk menjaga stabilitas moneter dan makroekonomi. Ia menekankan penurunan BI-Rate sebesar 125 basis poin sejak September tahun lalu masih berdampak dan perlu dipantau lebih lanjut di tengah dinamika global yang penuh tantangan.
Josua Pardede, Chief Economist PermataBank, turut menambahkan faktor stabilitas nilai tukar rupiah sebagai pertimbangan utama. Demonstrasi besar-besaran pada akhir Agustus 2025 dan reshuffle kabinet, termasuk pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa, turut mempengaruhi sikap wait-and-see investor global. Meskipun ruang pemangkasan BI-Rate masih terbuka, kehati-hatian investor akibat ketidakpastian arah kebijakan fiskal menjadi pertimbangan utama BI.
Di bawah kepemimpinan Purbaya, kebijakan fiskal Indonesia diprediksi tetap menekankan disiplin fiskal, namun dengan prioritas yang lebih kuat pada pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini, menurut Josua, menyebabkan terbatasnya aliran modal asing dan berpotensi menekan nilai tukar rupiah.
Berbeda sedikit, David Sumual, Kepala Ekonom BCA, menilai BI telah melakukan front loading dengan menurunkan suku bunga pada Agustus lalu sebagai antisipasi untuk September. Oleh karena itu, ia memprediksi BI-Rate akan tetap berada di level 5 persen.
Meskipun demikian, para ekonom sepakat masih ada potensi penurunan BI-Rate di sisa tahun 2025. Bank Mandiri memproyeksikan penurunan 25 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen, sementara BCA memperkirakan satu hingga dua kali pemotongan masing-masing 25 bps, bergantung pada proyeksi pelonggaran suku bunga The Fed.
“Ini semua bergantung pada BI dan seberapa besar mereka mempertimbangkan peluang penurunan suku bunga The Fed,” jelas David. Ia menambahkan pasar obligasi tetap menarik bagi investor asing berkat kebijakan fiskal yang prudent dan imbal hasil yang kompetitif. Sebaliknya, investor asing di pasar saham masih cenderung menunggu perbaikan kinerja korporasi dan kondisi global serta domestik yang lebih kondusif.
David memproyeksikan nilai tukar rupiah akan stabil di kisaran Rp 16.300 hingga Rp 16.500 per dolar AS, sementara inflasi diperkirakan tetap terkendali di bawah 2,5 persen, sesuai target Bank Indonesia.
Ringkasan
Sejumlah ekonom memprediksi BI Rate akan tetap 5% pada RDG September 2025. Keputusan ini didasarkan pada evaluasi efektivitas kebijakan moneter sebelumnya dan upaya menjaga stabilitas makroekonomi, termasuk nilai tukar rupiah. Pertimbangan lain meliputi dampak demonstrasi dan pergantian Menteri Keuangan terhadap sentimen investor.
Meskipun ada potensi penurunan BI Rate di sisa tahun 2025, para ekonom memiliki proyeksi yang bervariasi, antara 25 bps hingga 50 bps. Potensi penurunan ini bergantung pada kebijakan The Fed dan kondisi ekonomi global serta domestik. Stabilitas nilai tukar rupiah dan inflasi yang terkendali menjadi faktor penentu utama.