Sponsored

Dari Sampah Warga Kudus Jadi Sumber Kehidupan Jalur Trans Sumatera

Sampah juga bisa punya nilai bagi lingkungan. Hal ini, antara lain dibuktikan oleh Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) yang telah berhasil mengelola fasilitas pengolahan sampah organik terintegrasi di wilayah Kudus sejak 2018. 

Sponsored

Fasilitas ini kini telah mengolah 50 ton sampah per hari atau hampir mencapai 10% volume sampah harian Kabupaten Kudus. RPJMD Kabupaten Kudus 2018–2023 mencatat volume sampah harian mencapai 552 meter kubik atau 445,9 ton. Sekitar 60% di antaranya berupa sampah organik seperti sisa makanan, ranting, dan daun. 

“Komitmen kami di Kudus hanya pada pengolahan organik, karena proporsinya paling besar dan paling memungkinkan untuk dimanfaatkan kembali sebagai pupuk,” ujar Deputy Program Manager BLDF, saat ditemui di Kudus, Prinsa Paruna, di Kudus, Jawa Tengah, Rabu (19/11).

 

Baca juga:

  • MBG Disorot Positif di Jepang, Pemakaian Bahan Lokal dan UMKM Dibahas
  • 15 Produsen Kendaraan Rendah Emisi Karbon Bangun Pabrik di RI, Investasi Rp 22 T

Bahan baku fasilitas penilahan sampak ini sendiri berasal dari 370 mitra, yang terdiri dari rumah makan, pasar tradisional, desa, hotel, korporasi, dan berbagai sektor masyarakat. Semua sampah tersebut diolah menjadi pupuk organik yang kemudian menghidupi banyak program lingkungan BLDF.

PPO pun  tidak berdiri sendiri. Fasilitas ini terhubung dengan Pusat Pembibitan Tanaman (PPT), tempat ribuan bibit disemai dan dirawat setiap hari hingga siap ditanam. 

“Ketika bicara bibit, akan lebih baik jika ada pupuk. Pengolahan sampah organik kami menjadi sinergi yang otomatis mendukung kebutuhan pembibitan dan penghijauan,” kata Prinsa.

Bibit dan pupuk itu menjadi tulang punggung berbagai inisiatif penghijauan BLDF, salah satunya gerakan penghijauan yang pertama kali digelar di Pulau Jawa melalui program penanaman trembesi di sepanjang jalur Pantai Utara (Pantura) Jawa. 

Melansir laman resmi Djarum Trees for Life, hingga saat ini penanaman pohon trembesi sudah mengarah ke trans Sumatera dengan total jumlah pohon tertanam mencapai 162.011 pohon trembesi dengan perkiraan potensi penyerapan karbon hingga 4,2 juta ton per tahun.  

Jalur sepanjang 3.130 km telah ditanami pohon trembesi selama program ini berlangsung. Tentu jumlah tersebut akan bertambah dari waktu ke waktu sebagai dampak dari perluasan wilayah tanam trembesi yang dilakukan oleh Djarum Trees For Life.  

Meski penanaman trembesi menjadi ikon, BLDF menegaskan bahwa program lingkungan mereka tidak berhenti pada pohon. Pilar lingkungan BLDF mencakup lima area besar:

  1. Terestrial (penanaman pohon dan penghijauan lahan)
  2. Biodiversity conservation, fokus pada macan tutul Jawa dan elang Jawa
  3. Marine and coastal ecosystem, termasuk konservasi mangrove dan penilaian ekosistem laut
  4. Waste management, melalui pengolahan sampah organik terintegrasi
  5. Gerakan anak muda, seperti inisiatif Siap Darling dan Kudus ASIK

“Kami ingin menjaga lingkungan secara holistik. Penanaman pohon memang paling mudah, tapi menjaga ekosistem butuh pendekatan menyeluruh,” kata Prinsa.

Masalah sampah sebenarnya bukan hanya milik kabupaten Kudus. Di tingkat nasional, kondisi serupa juga tampak. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), sisa makanan menjadi jenis sampah terbesar di Indonesia, menyumbang 39,67% dari total sampah. Disusul plastik sebesar 19,15%, kertas dan karton 10,94%, serta kayu dan ranting 11,94%. 

Jika melihat sumbernya, rumah tangga tercatat sebagai penyumbang sampah terbesar dengan proporsi mencapai 60,44% di tingkat nasional. Aktivitas domestik masih tercatat menjadi faktor dominan dalam menghasilkan sampah di Indonesia. 

Sumber sampah lainnya berasal dari pasar sebesar 11,63%, kawasan permukiman dan area khusus sebesar 9,73%, perniagaan 6,47%, perkantoran 6,02%, serta fasilitas publik sebesar 3,73%. 

Sponsored