Sponsored

Kemenhut Beberkan Skema Pendanaan Rehabilitasi 12 Juta Hektare Lahan Kritis

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) kini gencar menyusun berbagai skema pendanaan inovatif untuk merehabilitasi ambisius 12 juta hektare lahan kritis di seluruh Indonesia. Langkah monumental ini merupakan respons langsung terhadap komitmen kuat yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam perhelatan Konferensi Perubahan Iklim ke-30 (COP30) di Brasil, menandai prioritas tinggi pemerintah terhadap keberlanjutan lingkungan.

Sponsored

Program rehabilitasi berskala raksasa ini dirancang untuk memanfaatkan beragam sumber pendanaan. Wakil Menteri Kehutanan, Rohmat Marzuki, menjelaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan menjadi tulang punggung pembiayaan utama. Namun, ia menekankan bahwa kapasitas negara untuk memikul seluruh beban pemulihan lahan kritis, yang tersebar luas baik di dalam maupun di luar kawasan hutan, sangat terbatas.

Menyadari keterbatasan ini, pemerintah secara proaktif mengembangkan skema pembiayaan campuran (blended finance) yang melibatkan spektrum luas pemangku kepentingan. Rohmat menjelaskan lebih lanjut, “Anggaran dari APBN itu terbatas, tidak akan cukup. Pasalnya, sekitar 50% dari total lahan kritis tersebut berada di luar kawasan hutan, yaitu di Areal Penggunaan Lain (APL) yang menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah.” Oleh karena itu, selain dukungan dari anggaran pusat dan daerah, pemerintah juga berencana mengoptimalkan partisipasi sektor swasta melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) serta secara aktif mendorong swadaya masyarakat untuk bergotong royong dalam upaya rehabilitasi krusial ini.

Di samping itu, terhampar peluang signifikan dari pendanaan iklim global, khususnya melalui perdagangan karbon. Indonesia, dengan kekayaan alamnya, diidentifikasi memiliki potensi kredit karbon kehutanan yang sangat besar, mencapai 13 juta ton CO2 ekuivalen. Jumlah ini siap untuk diterbitkan dan diperdagangkan secara aktif di pasar karbon global. “Melalui skema carbon credit ini, kami berharap dapat menarik komitmen dan investasi internasional untuk secara langsung mendukung upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis di Indonesia,” pungkas Rohmat. “Kami akan terus agresif menjajaki dan memasarkan potensi strategis ini ke kancah global.”

Proyek Karbon Berintegritas Tinggi

Rohmat menegaskan bahwa nilai kredit karbon yang ditawarkan Indonesia akan sangat kompetitif di pasar global, mengingat proyek-proyek yang mendasarinya memiliki integritas tinggi. Sumber utama integritas ini berasal dari sektor kehutanan yang solid serta potensi blue carbon yang melimpah di wilayah pesisir. Ia menambahkan, “Tentunya nanti akan ada juga kontribusi dari sektor transisi energi menuju energi terbarukan. Meskipun sampai saat ini belum ada penetapan harga yang pasti, kami sangat yakin harganya akan cukup tinggi, sebab yang kami jual adalah high integrity carbon yang memiliki nilai keberlanjutan dan dampak positif yang jelas.”

Ringkasan

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tengah menyusun skema pendanaan inovatif untuk merehabilitasi 12 juta hektare lahan kritis di Indonesia, sebagai respons terhadap komitmen Presiden Prabowo di COP30. APBN akan menjadi tulang punggung pendanaan, namun keterbatasan anggaran mendorong pengembangan skema pembiayaan campuran (blended finance) yang melibatkan sektor swasta, CSR, dan swadaya masyarakat.

Selain APBN, pemerintah mengoptimalkan partisipasi sektor swasta dan masyarakat, serta menjajaki pendanaan iklim global melalui perdagangan karbon. Indonesia memiliki potensi kredit karbon kehutanan yang besar, mencapai 13 juta ton CO2 ekuivalen, dengan proyek-proyek yang memiliki integritas tinggi dan nilai keberlanjutan.

Sponsored