Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan penghormatannya terhadap keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menganugerahkan rehabilitasi kepada tiga mantan direksi PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP). Keputusan ini menandai babak baru bagi mantan Direktur Utama ASDP, Ira Puspadewi, serta dua mantan direktur lainnya, Muhammad Yusuf Hadi dan Muhammad Adhi Caksono, yang sebelumnya divonis penjara dalam kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN), meskipun fakta persidangan menunjukkan mereka tidak menerima aliran dana.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa lembaga antirasuah kini tengah menanti surat keputusan resmi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Setelah surat tersebut diterima, Pimpinan KPK akan segera menerbitkan surat keputusan untuk membebaskan ketiga mantan direksi PT ASDP yang tengah menjalani penahanan tersebut. “Nanti ada surat keputusan pimpinan untuk mengeluarkan tiga direksi yang sedang berperkara ini yang ditahan oleh kami,” terang Asep di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Selasa (25/11) malam.
Asep Guntur menegaskan bahwa KPK memandang pemberian rehabilitasi ini bukan sebagai preseden buruk. Ia menyebut bahwa keputusan tersebut merupakan hak prerogatif Presiden. Menurut Asep, KPK telah menunaikan tugasnya dalam melakukan pembuktian baik secara formil maupun materiil dalam kasus tersebut. Dengan demikian, ranah kewenangan KPK berakhir saat keputusan rehabilitasi oleh Presiden dikeluarkan. “Kemudian saat ini diberikan rehabilitasi, itu adalah hak prerogatif daripada Bapak Presiden. Jadi kami tidak lagi ada pada lingkup dari kewenangan tersebut,” tambahnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan pemulihan hukuman atau rehabilitasi kepada mantan direksi ASDP tersebut. Wakil Ketua DPR dari Partai Gerindra, Sufmi Dasco, mengungkapkan bahwa pemberian rehabilitasi ini berawal dari usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada pemerintah. “Dari hasil komunikasi dengan pemerintah, alhamdulilah Presiden Prabowo telah menandatangani surat rehabilitasi kepada tiga nama tersebut,” kata Dasco dalam konferensi pers di Istana Merdeka Jakarta, Selasa (25/11). Senada, Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, membenarkan bahwa Presiden Prabowo menggunakan hak konstitusionalnya untuk memberikan rehabilitasi hukum kepada Ira Puspadewi, Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono. Keputusan tersebut telah ditetapkan dalam surat presiden yang ditandatangani oleh Prabowo pada hari yang sama.
Vonis Hakim
Perkara ini menarik perhatian karena putusan hakim di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat yang berbeda pandangan dengan tuntutan jaksa penuntut umum KPK. Ketua Majelis Hakim Tipikor Jakarta Pusat, Sunoto, sebelumnya menjatuhkan vonis pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan kepada Ira Puspadewi. Putusan ini jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang mencapai 8 tahun 6 bulan penjara.
Selain Ira, Majelis Hakim juga menjatuhkan vonis pidana penjara 4 tahun masing-masing kepada mantan Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP, Yusuf Hadi, serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono. Ketetapan ini juga lebih rendah dari tuntutan jaksa yang mendakwa masing-masing 8 tahun penjara.
Ketiganya didakwa merugikan negara sebesar Rp 1,25 triliun dalam kasus akuisisi saham PT Jembatan Nusantara pada periode 2019-2022. Namun, Hakim Sunoto memiliki pandangan berbeda. Ia menilai perkara yang menjerat ketiganya bukan merupakan tindak pidana korupsi, melainkan sebuah keputusan bisnis yang tidak optimal tanpa adanya unsur niat jahat untuk memperkaya diri atau orang lain.
Hakim Sunoto secara eksplisit menyatakan bahwa keputusan akuisisi yang dilakukan PT ASDP tidak dapat serta merta dipandang sebagai tindakan yang merugikan negara. Ia juga menolak dakwaan Jaksa KPK yang menyebut kapal yang diakuisisi oleh para terdakwa sudah tua dan tidak layak karena dalam kondisi karam. Sunoto menjelaskan bahwa, meskipun ada sembilan dari kapal yang dibeli berusia tua, ASDP tetap memperoleh 53 kapal sekaligus melalui skema paket dengan harga yang dinilai lebih ekonomis. Akuisisi ini juga memberikan akses kepada ASDP terhadap 53 izin operasi pelayaran komersial, yang merupakan nilai tambah signifikan.
Fakta-fakta persidangan lebih lanjut menunjukkan bahwa para terdakwa telah menunjukkan itikad baik dalam proses akuisisi tersebut. Sunoto menilai para terdakwa bahkan telah menunjuk tujuh konsultan profesional independen untuk melakukan uji tuntas komprehensif dengan nilai sekitar Rp 11,2 miliar, menunjukkan adanya kehati-hatian dalam pengambilan keputusan. Seluruh pertemuan terkait akuisisi PT JN oleh ASDP pun dilakukan secara formal, terdokumentasi, dan melibatkan banyak pihak, termasuk komisaris perseroan dan Menteri BUMN saat itu. “Motif ekonomi dalam perkara ini merupakan indikator kuat bahwa ini bukan tindak pidana korupsi, melainkan keputusan bisnis yang mungkin tidak optimal,” pungkas Sunoto.
Ringkasan
KPK menghormati keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan rehabilitasi kepada tiga mantan direksi PT ASDP terkait kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara. KPK kini menunggu surat keputusan resmi dari Kemenkumham untuk kemudian menerbitkan surat pembebasan bagi ketiganya yang sedang ditahan. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa pemberian rehabilitasi ini merupakan hak prerogatif Presiden dan KPK telah menunaikan tugasnya dalam pembuktian kasus.
Putusan hakim Tipikor Jakarta Pusat dalam kasus ini berbeda dengan tuntutan jaksa penuntut umum KPK. Hakim menilai perkara ini bukan tindak pidana korupsi, melainkan keputusan bisnis yang tidak optimal tanpa niat memperkaya diri. Hakim juga menolak dakwaan KPK terkait kondisi kapal yang diakuisisi dan menyoroti itikad baik terdakwa dalam proses akuisisi, termasuk penunjukan konsultan independen dan dokumentasi formal dalam pengambilan keputusan.