PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), salah satu emiten bank pelat merah terbesar di Indonesia, tengah bersiap melakukan aksi korporasi strategis berupa pembelian kembali atau buyback saham. Untuk langkah ini, BRI telah mengalokasikan dana mencapai Rp 2,5 triliun. Direktur Keuangan BRI, Viviana Dyah Ayu Retno K, menegaskan bahwa rencana penting ini telah mendapatkan restu dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang diselenggarakan pada 24 Maret lalu.
Viviana menjelaskan lebih lanjut bahwa persetujuan untuk melancarkan aksi buyback ini berlaku selama periode 12 bulan sejak tanggal persetujuan RUPST Maret. Pernyataan tersebut disampaikan Vivi dalam paparan publik kinerja keuangan BBRI kuartal III secara daring pada Kamis (30/10). Ia menambahkan, anggaran awal yang dialokasikan untuk buyback sebenarnya mencapai sekitar Rp 3 triliun. Namun, saat ini, BBRI masih memiliki sisa dana sebesar Rp 2,5 triliun yang siap dimanfaatkan untuk merealisasikan rencana tersebut. “Kami melihat valuasi saham BBRI saat ini undervalue, sehingga kami mempertimbangkan untuk melakukan aksi strategis ini,” tuturnya, menggarisbawahi alasan di balik keputusan perseroan.
Dalam melaksanakan buyback saham ini, Vivi juga memastikan bahwa pihak perseroan akan senantiasa berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini penting guna memastikan seluruh informasi yang relevan dapat disampaikan kepada publik secara transparan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di sisi lain, pergerakan saham BBRI sejak awal tahun memang menunjukkan volatilitas. Tercatat, harga saham bank jumbo ini mengalami koreksi sebesar 2,94% secara year-to-date. Namun, sentimen positif mulai terlihat dengan kenaikan harga saham sebesar 3,40% dalam satu pekan terakhir. Bahkan, pada perdagangan intraday hari itu, hingga pukul 10.27 WIB, saham BBRI berhasil menguat 1,54% atau 60 poin, mencapai level Rp 3.950.
Kinerja Keuangan Kuartal III BBRI
BBRI telah merilis laporan kinerja keuangannya yang komprehensif hingga akhir kuartal ketiga 2025. Periode Januari-September 2025 menunjukkan laba bersih periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk secara konsolidasi sebesar Rp 40,77 triliun. Angka ini menandai penurunan sebesar 9,5% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan laba BBRI ini terutama disebabkan oleh tekanan dari kenaikan biaya pencadangan atau impairment, yang melonjak 13,99% menjadi Rp 33,58 triliun.
Meski demikian, dari sisi operasional, BRI menunjukkan pertumbuhan yang solid. Penyaluran kredit BBRI hingga kuartal ketiga 2025 berhasil mencapai Rp 1.438 triliun, meningkat 6,3% secara tahunan. Kinerja positif ini juga tercermin dari peningkatan pendapatan bunga bersih (NII) yang naik dari Rp 107,86 triliun menjadi Rp 110,98 triliun, menandakan kemampuan bank dalam mengelola aset produktifnya.
Namun, kenaikan pendapatan ini diimbangi oleh lonjakan beban bersih operasional lainnya yang meningkat dari Rp 51,8 triliun menjadi Rp 58,89 triliun. Peningkatan signifikan ini, seperti yang telah disebutkan, didominasi oleh peningkatan beban pencadangan atau impairment. Langkah ini diambil seiring dengan kenaikan rasio kredit bermasalah (NPL) gross BBRI, yang bergeser dari 3,04% menjadi 3,29%. Tidak hanya itu, NPL nett juga mengalami kenaikan, dari 0,84% menjadi 1,04%, menunjukkan kehati-hatian bank dalam menghadapi potensi risiko kredit.
Meskipun demikian, BRI berhasil mempertahankan posisi likuiditas yang kuat. Pada kuartal III 2025, rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) BRI tercatat melonggar, turun dari 89,6% menjadi 87,05%, mengindikasikan ketersediaan dana yang memadai. Kondisi likuiditas yang baik ini turut ditopang oleh pertumbuhan total dana pihak ketiga (DPK) yang impresif, naik 8,2% secara tahunan mencapai Rp 1.474 triliun, menunjukkan kepercayaan nasabah yang berkelanjutan terhadap Bank Rakyat Indonesia.
Ringkasan
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) berencana melakukan buyback saham dengan alokasi dana Rp 2,5 triliun, yang telah disetujui dalam RUPST pada 24 Maret. Keputusan ini didasari oleh valuasi saham BBRI yang dianggap undervalue, dan akan dikoordinasikan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk transparansi.
Laporan kinerja keuangan kuartal III 2025 menunjukkan laba bersih BBRI sebesar Rp 40,77 triliun, turun 9,5% dibandingkan tahun sebelumnya akibat kenaikan biaya pencadangan. Meskipun laba menurun, penyaluran kredit BBRI meningkat 6,3% menjadi Rp 1.438 triliun, dengan rasio LDR melonggar menjadi 87,05% serta pertumbuhan DPK sebesar 8,2% mencapai Rp 1.474 triliun.