Kinerja keuangan semester pertama tahun 2025 sejumlah emiten tambang di bawah holding MIND ID menunjukkan tren yang beragam. Empat perusahaan BUMN, yaitu PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), dan PT Timah Tbk (TINS), telah merilis laporan keuangan mereka, mengungkapkan performa yang menarik untuk dianalisis.
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM)
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam menorehkan prestasi gemilang pada semester pertama 2025 dengan laba bersih mencapai Rp 4,69 triliun. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 202,58% dibandingkan laba bersih periode yang sama tahun 2024 yang sebesar Rp 1,55 triliun. Kenaikan laba ini sejalan dengan lonjakan penjualan yang mencapai Rp 59,01 triliun, meningkat 154,57% secara tahunan (yoy) dari Rp 23,18 triliun. Meskipun penjualan meningkat drastis, beban pokok penjualan juga ikut membengkak menjadi Rp 50,78 triliun dari Rp 21,18 triliun (yoy). Kontribusi terbesar penjualan berasal dari emas, mencapai Rp 49,53 triliun, disusul bijih nikel (Rp 6,70 triliun), feronikel (Rp 1,16 triliun), alumina (Rp 920,35 miliar), bijih bauksit (Rp 542,63 miliar), dan perak (Rp 54,74 miliar).
Baca juga:
- Laba Antam Melesat 202%, Penjualan Emas Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Masa
- BIN Diminta Awasi Wilayah Rawan Kerusuhan dan Laporkan Langsung ke Prabowo
- Prabowo Instruksikan TNI-Polri Agar Tindak Tegas Pelaku Kerusuhan dan Penjarahan
PT Vale Indonesia Tbk (INCO)
Berbeda dengan Antam, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mencatat penurunan laba bersih sebesar 32,29% pada semester pertama 2025, menjadi US$ 25,24 juta dari US$ 37,28 juta di periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini seiring dengan pendapatan yang turun 10,86% menjadi US$ 426,73 juta dari US$ 478,75 juta. Meskipun demikian, INCO berhasil menekan beban pokok pendapatan menjadi US$ 396,58 juta dari US$ 478,75 juta (yoy). Pendapatan INCO berasal dari segmen bijih nikel (US$ 4,83 juta) dan nikel matte (US$ 421,90 juta).
PT Timah Tbk (TINS)
PT Timah Tbk (TINS) juga mengalami penurunan laba bersih sebesar 30,93% pada semester pertama 2025, mencapai Rp 300,06 miliar dibandingkan Rp 434,46 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini dipengaruhi oleh penurunan pendapatan sebesar 19,19%, menjadi Rp 4,21 triliun dari Rp 5,21 triliun (yoy). Meskipun demikian, perusahaan berhasil menekan beban pokok pendapatan menjadi Rp 3,37 triliun dari Rp 3,99 triliun. Sumber pendapatan TINS berasal dari beragam lini bisnis, termasuk logam timah, tin chemical, tin solder, batu bara, nikel, real estate, jasa galangan kapal, jasa pengangkutan, dan pendapatan lainnya.
PT Bukit Asam Tbk (PTBA)
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) melaporkan penurunan laba bersih sebesar 59% pada semester pertama 2025, menurun menjadi Rp 833,04 miliar dari Rp 2,03 triliun di periode yang sama tahun lalu. Menariknya, meskipun laba bersih menurun, pendapatan PTBA justru tumbuh 4,12% menjadi Rp 20,45 triliun dari Rp 19,64 triliun (yoy). Pertumbuhan ini dicapai berkat strategi ekspansi pasar ke beberapa negara seperti Bangladesh, India, Vietnam, Filipina, dan Thailand, setelah mengalami penurunan permintaan dari pasar ekspor utama, Tiongkok. Peningkatan produksi dan penjualan juga berkontribusi pada peningkatan volume angkutan batu bara sebesar 9%, mencapai 19,27 juta ton. Keberhasilan ini didukung oleh optimalisasi rantai pasok dan efisiensi logistik. Total aset perusahaan juga meningkat 2%, dari Rp 41,79 triliun menjadi Rp 42,68 triliun.
Ringkasan
Laporan keuangan semester pertama 2025 empat emiten tambang BUMN menunjukkan kinerja beragam. ANTM mencatatkan peningkatan laba bersih signifikan (202,58%) menjadi Rp 4,69 triliun, didorong lonjakan penjualan emas. Sebaliknya, INCO dan TINS mengalami penurunan laba bersih masing-masing sebesar 32,29% dan 30,93%, dengan penurunan pendapatan yang signifikan pula.
PTBA juga mengalami penurunan laba bersih (59%) menjadi Rp 833,04 miliar meskipun pendapatannya meningkat 4,12% menjadi Rp 20,45 triliun. Peningkatan pendapatan PTBA disebabkan oleh ekspansi pasar ke beberapa negara Asia dan peningkatan efisiensi logistik. Perbedaan kinerja ini menunjukkan beragam tantangan dan peluang yang dihadapi masing-masing perusahaan tambang.