Peneliti tamu terkemuka di Stanford University sekaligus pembawa acara podcast Endgame, Gita Wirjawan, secara tegas menyoroti rendahnya kualitas politikus dan pemimpin di Indonesia. Menurutnya, akar permasalahan ini sangat erat kaitannya dengan tingkat pendidikan masyarakat. Pandangan ini disampaikannya dalam acara Meet The Leaders 6 di Universitas Paramadina, Jakarta, pada Kamis (4/9).
Gita memaparkan data yang cukup mencengangkan: sekitar 88% kepala rumah tangga di Indonesia tidak memiliki gelar sarjana (S1). Angka ini bahkan lebih tinggi di kalangan pemilih, di mana 93% partisipan dalam pemilihan umum, baik di tingkat daerah maupun pusat, bukanlah lulusan S1. “Jangan komplain mengenai kualitas politikus atau pemimpin. Karena mereka tidak datang dari Planet Mars, mereka datang dari diri kita sendiri,” ujar Gita, menegaskan bahwa pemimpin adalah cerminan dari masyarakat yang memilihnya.
Kondisi ini, lanjut Gita, merupakan tanggung jawab bersama yang harus diperbaiki. Ia juga mengidentifikasi ketidakseimbangan beban sebagai tantangan signifikan dalam dunia pendidikan. Para guru dihadapkan pada puluhan siswa sekaligus, sementara orang tua hanya bertanggung jawab atas dua atau tiga anak. Namun, yang paling krusial, Gita menekankan bahwa “yang harus kita pertanggungjawabkan adalah scalability of brilliance, not stupidity,” menyerukan peningkatan kecerdasan, bukan hanya pembiaran terhadap ketidaktahuan.
Untuk mendorong kemajuan, Gita Wirjawan menyoroti pentingnya menanamkan dua atribut utama sejak dini: imajinasi dan ambisi. Dengan bekal kedua sifat ini, seseorang memiliki potensi besar untuk meraih kesuksesan di manapun. Kemampuan untuk membayangkan kemungkinan baru dan dorongan untuk mencapainya menjadi fondasi kuat bagi setiap individu.
Selain itu, ia turut menyoroti peran keberuntungan dalam kesuksesan, membaginya menjadi line luck (keberuntungan alami) dan smart luck (keberuntungan yang dapat diusahakan melalui latihan dan kerja keras). Lebih lanjut, Gita menjelaskan bahwa pembentukan otak manusia mencapai 90% pada usia 9 tahun, dengan peningkatan IQ yang berlanjut hingga usia 16 tahun. Setelah itu, meskipun perkembangan otak melambat, wawasan tetap bisa diperluas melalui keterbukaan. “Keterbukaan adalah atribut sine qua non, prasyarat bagi individu, keluarga, institusi, hingga bangsa untuk menggabungkan kekuatan inovasi dengan kekuatan tradisi,” pungkasnya, menggarisbawahi pentingnya adaptasi dan pembelajaran berkelanjutan dalam mencapai kemajuan.
Ringkasan
Gita Wirjawan mengkritik rendahnya kualitas politikus dan pemimpin Indonesia, yang menurutnya berkaitan erat dengan tingkat pendidikan masyarakat. Ia menyoroti data bahwa 93% pemilih bukan lulusan S1, menegaskan bahwa pemimpin adalah cerminan masyarakat.
Gita menekankan pentingnya menanamkan imajinasi dan ambisi sejak dini, serta mengembangkan smart luck melalui kerja keras. Ia juga menyoroti pentingnya keterbukaan untuk menggabungkan inovasi dan tradisi dalam mencapai kemajuan.