Sponsored

Gus Yahya tak keberatan konsesi tambang PBNU dikembalikan ke pemerintah

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, atau yang akrab disapa Gus Yahya, menyatakan tidak keberatan jika konsesi tambang yang diberikan kepada PBNU harus dikembalikan kepada pemerintah. Pernyataan ini disampaikan Gus Yahya setelah memimpin rapat koordinasi penting di Kantor PBNU Jakarta pada Kamis (11/12) lalu, menegaskan kesediaannya untuk meninjau kembali keputusan strategis ini.

Sponsored

Meskipun demikian, Gus Yahya menekankan bahwa pengembalian hak konsesi tambang tersebut harus melalui pembahasan kolektif dan komprehensif bersama seluruh pimpinan PBNU. Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa keputusan awal mengenai pengelolaan tambang juga diambil secara musyawarah. “Iya, mengembalikan konsesi tambang itu tidak masalah, tetapi semua harus dibicarakan bersama secara matang,” ujar Gus Yahya, menyoroti pentingnya konsensus dalam setiap langkah organisasi.

Tidak menutup kemungkinan, Gus Yahya juga mengakui bahwa isu konsesi tambang ini bisa jadi merupakan salah satu pemicu polemik internal yang tengah melanda PBNU saat ini. Namun, ia dengan tegas menggarisbawahi bahwa dinamika yang terjadi di tubuh PBNU jauh lebih kompleks dan tidak hanya dipantik oleh satu faktor tunggal.

Menurut Gus Yahya, persoalan yang muncul saat ini adalah hasil dari gabungan berbagai persoalan yang saling terkait dan memiliki akar yang mendalam. “Mungkin saja tambang menjadi salah satu pemantik, tapi bukan cuma itu. Ada masalah lain karena ini kompleks, ada persoalan macam-macam yang memengaruhi,” jelasnya, memberikan gambaran utuh tentang kerumitan situasi internal.

Baca juga:

  • Profil Zulfa Mustofa, Keponakan Ma’ruf Amin yang Jadi Pj Ketum PBNU 
  • Yahya Staquf Tak Lepas Ketum PBNU Meski Didesak Mundur Sejak Ultimatum 3 Hari
  • PBNU Kritik Keras Revisi UU TNI: Berpotensi Hidupkan Kembali Dwifungsi

Saat ini, kepengurusan PBNU diketahui terpecah menjadi dua faksi yang berbeda. Faksi pertama merujuk pada kepengurusan yang dipimpin oleh Zulfa Mustofa, terbentuk setelah berlangsungnya Rapat Pleno inisiasi Rais Aam PBNU Miftahul Akhyar di Hotel Sultan Jakarta pada tanggal 9-10 Desember lalu.

Faksi ini mendapatkan dukungan signifikan dari sejumlah tokoh penting, termasuk Sekretaris Jenderal PBNU sekaligus Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Menteri Agama Nasaruddin Umar, hingga Ketua Pengurus Harian atau Tanfidziyah PBNU yang juga menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.

Sementara itu, faksi kedua merupakan kelompok PBNU yang tetap setia di bawah kepemimpinan Gus Yahya, dengan basis di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya Jakarta. Beberapa ulama terkemuka turut tergabung dalam faksi ini, termasuk Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia PBNU, Ulil Abshar Abdalla.

Sebelumnya, Anggota Penasihat atau Mustasyar PBNU, Said Aqil Siroj, juga telah menyuarakan usul agar konsesi tambang sebaiknya dikembalikan kepada pemerintah. Usulan ini dilontarkan demi menghindari potensi mudharat atau kerugian yang dinilai semakin nyata bagi kemaslahatan jam’iyah atau organisasi Nahdlatul Ulama secara keseluruhan.

Pernyataan tersebut disampaikan Said Aqil saat menghadiri silaturahmi di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, pada Sabtu, 6 Desember lalu. “Melihat apa yang terjadi belakangan ini, konflik internal semakin melebar, dan itu membawa mudharat yang lebih besar daripada manfaatnya. Maka jalan terbaik adalah mengembalikannya kepada pemerintah,” tegas Said Aqil, sebagaimana diberitakan oleh NU Online pada Sabtu (6/12), menunjukkan kekhawatiran mendalamnya.

Sebagai latar belakang, PBNU sebelumnya telah membentuk sebuah badan usaha bernama PT Berkah Usaha Muamalah Negara (BUMN) yang dirancang khusus untuk mengelola konsesi tambang yang telah diberikan oleh pemerintah kepada organisasi keagamaan ini.

“Badan usaha ini dimiliki oleh Koperasi Nahdlatul Ulama bersama warga Nahdliyin,” kata Ketua PBNU Yahya Cholil Staquf dalam acara “Refleksi Awal 2025 dan Respon Isu Terkini” yang dipantau secara daring melalui KompasTv pada Senin (6/1), menjelaskan struktur kepemilikan entitas tersebut.

Lebih lanjut, Yahya menjelaskan bahwa pemerintah saat ini telah menyerahkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada NU. Lembaga ini memperoleh konsesi lahan pertambangan seluas antara 25 ribu hingga 26 ribu hektare yang strategis, terletak di wilayah Kalimantan Timur.

Wilayah konsesi ini diketahui merupakan bekas area tambang yang sebelumnya dikelola oleh PT Kaltim Prima Coal. Meskipun PBNU telah mengantongi koordinat wilayah dan berhasil membentuk badan usaha, Yahya menekankan bahwa masih banyak syarat yang harus dipenuhi sebelum kegiatan penambangan dapat dimulai, salah satunya adalah penyelesaian studi lingkungan yang komprehensif. Hingga semua syarat tersebut rampung, NU belum dapat secara aktif menambang batu bara di area konsesi tersebut.

Sponsored