Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, optimis produksi beras tahun ini akan meningkat lebih dari 2,31% dibandingkan tahun sebelumnya. Proyeksi ini didasarkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang memperkirakan produksi beras hingga Oktober 2025 mencapai 31,04 juta ton, meningkat hampir 11% secara tahunan.
Angka tersebut, menurut Amran, melebihi produksi beras sepanjang tahun lalu yang mencapai 30,34 juta ton. Keberhasilan ini, ia tegaskan, terutama berkat program optimalisasi lahan. “Program perluasan daerah irigasi Presiden Prabowo Subianto belum memberikan dampak signifikan karena masih dalam tahap pengerjaan,” jelas Amran saat ditemui di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Senin (1/9).
Program optimalisasi lahan terbukti efektif meningkatkan Indeks Pertanaman. Di beberapa daerah, indeks berhasil naik dari 1,0 menjadi hingga 3,0, artinya, sebuah kawasan kini mampu menghasilkan panen padi hingga tiga kali dalam setahun. Inilah kunci peningkatan produksi beras secara signifikan.
Sementara itu, terkait rencana penyatuan standar beras—yang sempat diwacanakan untuk menghapus perbedaan antara beras premium dan medium—Amran menyatakan pemerintah belum mengambil keputusan. “Wacana penghapusan standar beras masih menunggu arahan dari Bapak Menko Pangan,” ujarnya.
Sebelumnya, Amran menjelaskan pertimbangan di balik wacana tersebut adalah untuk memastikan efektivitas subsidi pemerintah. Subsidi beras menyumbang hingga 48% dari total subsidi pangan yang mencapai Rp 150 triliun per tahun. Pemerintah telah menggelontorkan sekitar Rp 60 triliun untuk mendukung produksi beras dalam negeri, meliputi subsidi pupuk, alat mesin pertanian, irigasi, dan benih.
“Tujuannya adalah untuk mengendalikan harga beras yang mendapatkan subsidi negara, memastikan intervensi harga yang tepat, dan tetap memberikan keuntungan bagi pengusaha beras lokal,” kata Amran dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR, Kamis (20/8).
Amran menekankan pentingnya intervensi pemerintah dalam produksi beras mengingat komoditas ini sangat vital dan sensitif terhadap fluktuasi harga. Sebagai alternatif, ia mengusulkan opsi pengecualian bagi sektor swasta. Pengusaha dapat menetapkan harga sendiri, tetapi harus sepenuhnya mengelola seluruh aspek produksi, termasuk lahan, alat dan mesin pertanian, benih, dan pupuk.
“Mereka akan beroperasi secara komersial, dan bebas menentukan harga untuk melayani pasar menengah atas,” pungkas Amran. Dengan demikian, pemerintah berharap dapat menyeimbangkan antara keterjangkauan harga beras bagi masyarakat dan keberlanjutan bisnis para pelaku usaha di sektor ini.
Ringkasan
Produksi beras Indonesia pada Oktober 2025 mencapai 31,04 juta ton, meningkat hampir 11% dari tahun sebelumnya. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh program optimalisasi lahan yang meningkatkan indeks pertanaman hingga tiga kali panen per tahun di beberapa daerah. Pemerintah telah menggelontorkan sekitar Rp 60 triliun untuk mendukung produksi beras, meliputi subsidi pupuk, alat mesin pertanian, irigasi, dan benih.
Wacana penyatuan standar beras untuk efisiensi subsidi masih dalam pertimbangan. Pemerintah berupaya mengendalikan harga beras bersubsidi dan memastikan intervensi harga yang tepat. Sebagai alternatif, dipertimbangkan pengecualian bagi sektor swasta untuk menetapkan harga sendiri dengan syarat mengelola seluruh aspek produksi secara komersial, sehingga dapat melayani pasar menengah atas dan menyeimbangkan keterjangkauan harga bagi masyarakat.