PT Anugrah Neo Energy Materials, atau yang lebih dikenal dengan Neo Energy, mengumumkan rencana ambisiusnya untuk melakukan penawaran umum perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Desember 2025. Langkah strategis ini menargetkan perolehan dana lebih dari US$300 juta, atau setara dengan Rp4,98 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.607 per US$). Sumber dari Reuters pada Rabu (22/10/2025) menyebutkan bahwa dana segar dari IPO Neo Energy ini akan dialokasikan untuk mendukung ekspansi bisnis perusahaan dan pengembangan berbagai proyek hilirisasi nikel yang krusial untuk bahan baku baterai kendaraan listrik (EV).
Neo Energy, yang kini tengah gencar mengembangkan fasilitas produksi bahan baku baterai EV, diperkirakan memiliki nilai valuasi fantastis, mencapai lebih dari US$2 miliar atau sekitar Rp33,21 triliun. Dalam proses penting ini, DBS Bank Ltd dan RHB Bank disebut-sebut akan berperan sebagai penjamin emisi efek (underwriter). Meski demikian, hingga Selasa (22/10/2025), pihak PT Anugrah Neo Energy Materials belum memberikan tanggapan resmi terkait rencana IPO mereka. Sementara itu, pihak DBS memilih untuk menolak berkomentar, dan RHB menyatakan belum dapat memberikan keterangan lebih lanjut.
Dengan rencana IPO yang menarik perhatian pasar, pertanyaan besar pun muncul: seperti apa sebenarnya profil PT Anugrah Neo Energy Materials (Neo Energy) yang digadang-gadang akan menjadi calon emiten energi baru di Bursa Efek Indonesia ini? Mari kita telusuri lebih dalam.
Profil Anugrah Neo Energy Materials (Neo Energy)
Neo Energy dipimpin oleh Edy Santi sebagai Presiden Direktur dan Hong Kah Ing sebagai Presiden Komisaris. Perusahaan ini merupakan bagian integral dari Grup Neo Energy yang memiliki hubungan erat dengan HitecVision, salah satu investor energi terkemuka di Eropa, melalui NEO Energy Holdings Ltd. Operasi utama Neo Energy terpusat di dua kawasan industri hijau yang berstatus Proyek Strategis Nasional (PSN): Neo Energy Morowali Industrial Estate (NEMIE) dan Neo Energy Parimo Industrial Estate (NEPIE).
Cikal bakal Neo Energy dimulai dari PT Anugrah Netzero Nickel, yang pertama kali memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk konsesi di Morowali pada tahun 2007. Sejak 2010, perusahaan telah aktif menambang dan memproduksi bijih nikel. Kini, fokus perusahaan semakin tajam pada rantai pasok baterai kendaraan listrik dan komitmen kuat terhadap keberlanjutan. Neo Energy berdedikasi untuk menyediakan material berkualitas tinggi yang bersumber secara etis, sekaligus memelopori inovasi di seluruh rantai nilai baterai kendaraan listrik, mulai dari ekstraksi, pemrosesan, hingga pengembangan teknologi katoda tingkat lanjut.
Tahun 2024 menjadi saksi peletakan batu pertama untuk proyek HPAL di NEMIE. Di tahun yang sama, Neo Energy membentuk PT Anugrah Neo Resources (ANER) sebagai anak usaha yang berfokus pada perdagangan, guna meningkatkan efisiensi penjualan dan fleksibilitas pasar. Capaian signifikan juga terlihat pada puncak produksi dan peningkatan kapasitas, dengan penjualan bijih nikel mencapai 2,2 juta wmt. Perusahaan juga berhasil mendapatkan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) baru dengan kapasitas produksi maksimum 2,5 juta wmt hingga tahun 2026.
Bergerak ke tahun 2025, Neo Energy mengakuisisi PT Multi Dinar Karya (MDK), yang merupakan operator konsesi tambang nikel di Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah. Akuisisi strategis ini tidak hanya memperkuat ketahanan pasokan bijih nikel, tetapi juga memperluas skala operasi hulu perusahaan secara signifikan.
Daftar 5 Proyek Strategis Lini Bisnis Neo Energy
Saat ini, Neo Energy tengah menggarap lima proyek utama yang menjadi tulang punggung pengembangan bisnisnya. Berikut adalah rincian kelima proyek tersebut:
1. Tambang TAS
Neo Energy telah sukses mengoperasikan Tambang TAS sejak tahun 2010. Berlokasi di Morowali, tambang nikel laterit ini memiliki cadangan sumber daya yang melimpah, mencapai 200 juta ton. Tambang TAS berperan vital sebagai tulang punggung arus kas dan penjamin keamanan pasokan bijih nikel bagi Grup Neo Energy. Dengan basis sumber daya yang besar, kualitas tinggi, efisiensi logistik dari tambang ke pabrik, serta potensi pengembangan pelabuhan, Tambang TAS siap untuk meningkatkan kapasitas produksi di masa mendatang. Perusahaan menegaskan, pendapatan yang stabil dari tambang ini akan menjadi fondasi pendanaan untuk pertumbuhan hilirisasi nikel dan memastikan ketersediaan bahan baku esensial bagi proyek HPAL.
2. Tambang MDK
Proyek Tambang MDK yang strategis ini berlokasi di Ampana, mencakup area seluas lebih dari 10.800 hektare. Kawasan ini dikenal sebagai lokasi nikel laterit berpotensi tinggi, dengan rencana pengembangan dua lokasi dermaga (jetty) untuk menopang pertumbuhan Neo Energy di masa depan. Tambang MDK diharapkan menjadi sumber bijih nikel kedua dengan volume besar, yang akan mendiversifikasi aliran pendapatan perusahaan dan menjamin pasokan limonit jangka panjang yang krusial untuk proses pengolahan bahan baku baterai.
3. Pabrik HPAL Rendah Karbon
Neo Energy sedang aktif membangun pabrik HPAL (High-Pressure Acid Leaching) rendah karbon di NEMIE, yang dirancang khusus untuk memproduksi MHP (Mixed Hydroxide Precipitate). Operasi pabrik HPAL ini ditargetkan akan dimulai pada tahun 2029 dan akan sepenuhnya ditenagai oleh 100% energi hijau. Fasilitas canggih ini diperkirakan mampu menghasilkan 61.000 ton nikel dan 4.000 ton kobalt.
Pabrik HPAL NEMIE menandai lompatan signifikan Neo Energy ke dalam rantai nilai baterai EV. Dengan dukungan teknologi teruji dari ENFI dan pasokan bijih nikel dari tambang milik sendiri, proyek ini siap memasok MHP rendah karbon kepada produsen katoda global. Neo Energy optimis bahwa dengan fasilitas pembebasan pajak selama 20 tahun dan sistem logistik yang terintegrasi, pabrik HPAL ini akan menjadi salah satu aset material baterai paling kompetitif dan berkelanjutan di Indonesia.
4. Proyek Strategis Nasional NEMIE
Neo Energy Morowali Industrial Estate (NEMIE) resmi ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN) pada tahun 2024. Berlokasi strategis di dekat Tambang TAS di Morowali, NEMIE adalah kawasan industri hijau seluas 4.758 hektare yang berfokus pada pengolahan material baterai dan produksi kendaraan listrik (EV). Dilengkapi dengan dua dermaga (jetty) operasional dan rencana pembangunan pelabuhan laut dalam, NEMIE menawarkan infrastruktur yang unggul.
Menurut Neo Energy, pelabuhan yang dapat dikembangkan, pasokan listrik yang andal, dan lahan yang luas memberikan akses cepat bagi para penyewa untuk bergabung dalam ekosistem nikel Indonesia. Fasilitas HPAL Neo Energy sendiri akan menjadi pembeli utama (offtaker) untuk pemrosesan bernilai tambah di kawasan ini. Desain NEMIE yang terintegrasi secara holistik tidak hanya mengurangi belanja modal (capex) bagi para penghuni, tetapi juga secara signifikan mendorong sinergi rantai pasok di seluruh Grup.
5. Kawasan Industri Hijau NEPIE
Neo Energy Parimo Industrial Estate (NEPIE) juga telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) pada tahun 2024. Berlokasi strategis di Parigi, hanya dua jam dari Palu, NEPIE adalah kawasan industri hijau seluas 2.500 hektare yang diposisikan untuk pengembangan energi dan industri di masa depan.
NEPIE dirancang sebagai platform ekspansi generasi berikutnya, khusus untuk industri yang berkomitmen menggunakan 100% energi terbarukan. Potensi sumber daya tenaga air yang melimpah di kawasan ini, dipadukan dengan akses ke laut dalam, sangat mendukung pembangunan gigafactory baterai, pabrik katoda, hingga pabrik pemurnian logam yang ramah lingkungan. Dengan perizinan yang lengkap dan peluang kemitraan yang terbuka lebar, NEPIE secara aktif mengundang para pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dalam membangun pusat rantai pasok EV yang netral karbon.
Ringkasan
PT Anugrah Neo Energy Materials (Neo Energy) berencana melakukan IPO di BEI pada Desember 2025, menargetkan perolehan dana lebih dari US$300 juta untuk ekspansi bisnis dan proyek hilirisasi nikel. Perusahaan ini fokus pada pengembangan fasilitas produksi bahan baku baterai EV dan diperkirakan memiliki valuasi lebih dari US$2 miliar. DBS Bank Ltd dan RHB Bank disebut-sebut akan menjadi penjamin emisi efek, namun belum ada tanggapan resmi dari pihak terkait.
Neo Energy adalah bagian dari Grup Neo Energy yang terhubung dengan HitecVision. Operasi utamanya berpusat di Neo Energy Morowali Industrial Estate (NEMIE) dan Neo Energy Parimo Industrial Estate (NEPIE), keduanya Proyek Strategis Nasional (PSN). Perusahaan memiliki lima proyek strategis utama, termasuk Tambang TAS dan MDK, pabrik HPAL rendah karbon, serta pengembangan NEMIE dan NEPIE sebagai kawasan industri hijau.